PENTINGNYA INTEGRITAS BAGI PENYELENGGARA YANG AMANAT DAN BERTANGGUNG JAWAB
MAKALAH PEND. INTERGRITAS AK.
PENTINGNYA INTEGRITAS BAGI PENYELENGGARA
YANG AMANAT DAN BERTANGGUNG JAWAB

INSTITUTE ILMU AL-QUR’AN JANNATU ADNIN
KENDARI
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu dan senang
tiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENTINGNYA INTEGRITAS BAGI PENYELENGGARA YANG AMANAT DAN BERTANGGUNG
JAWAB” saya berusaha dengan penuh kesabaran
dan keuletan untuk dapat memaksimalkan tugas ini.
Kami
telah menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin. Akan tetapi kami menyadari
makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan
kritikan yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi memperbaiki makalah
ini nantinya.
Semoga makalah ini dapat bermamfaat
bagi kita semua, dalam meningkatkan proses pembelajaran dalam mata kuliah “PEND. INTEGRITAS ANTI KORUPSI”.
KENDARI, 10 Mei 2014
PENULIS
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Manusia
menurut Nurcholis Madjid memang merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang mengagumkan
dan penuh misteri. Dia tersusun dari perpaduan dua unsur, yaitu segenggam tanah
bumi, dan ruh Allah. Maka siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan
melalaikan aspek tiupan ruh Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh
hakikat manusia. Al-Quran sendiri juga menyatakan bahwa manusia adalah
makhluk sempurna. Banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh manusia. Oleh
karena itu Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
Allah menciptakan manusia untuk menjaga dan melestarikan bumi. Seperti yang
tertuang dalam Al-Quran surat Al-Baqoroh ayat 30 yang artinya “Dan (ingatlah)
tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan
padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami
bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata :
Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dan
banyak pemimpin di Indonesia ini yang tidak bertanggung jawab. Misalnya pada
saat kampanye mereka mengembor-ngemborkan akan memberantas korupsi. Tapi
setelah mereka terpilih, janji-janji mereka itu terlupa dan tidak
terealisasikan. Tapi disisi lain, tidak semua pemimpin di negeri ini yang mempunyai
integritas yang rendah, sekarang banyak juga pemimpin yang peduli akan
penderitaan rakyatnya dan bertanggung jawab akan janji-janji yang dibuatnya.
B.
Rumusan masalah
a.
Apa itu integritas?
b. Bagaimana Pemimpin yang berintegritas moral?
c. Bagaimana Pentingnya integritas moral bagi
seorang pemimpin?
d.
Bagaimana Pemimpin Dalam Prespek Islam?
e.
Bagaimana Hakikat Seorang Pemimpin Dalam Islam?
f.
Bagaimana hubungan antara cita dan fakta yang dilakukan oleh
pemimpin di jaman sekarang?
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian integritas
Kata integritas dalam bahasa Latin adalah "integrate",
artinya komplit, utuh dan sempurna (tidak ada cacat). Integritas adalah tanpa kedok, bertindak
sesuai dengan yang diucapkan, konsisten antara iman dan perbuatan, antara sikap
dan tindakan. Dalam
konteks ini, integritas adalah rasa batin “keutuhan” yang berasal dari kualitas
seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Dengan demikian, seseorang
dapat menghakimi bahwa orang lain “memiliki integritas” sejauh bahwa mereka
bertindak sesuai dengan, nilai dan prinsip keyakinan mereka mengklaim memegang. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, integritas dan mutu,
sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi
dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran
Sedangkan secara etimologi istilah moral berasal
dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku,
kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak)
Moral berasal dari Bahasa Latin
yaitu Moralitas adalah istilah
manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai
nilai positif.
B.
Pemimpin yang berintegritas moral
Pemimpin
yang berintegritas moral adalah pemimpin yang tanpa kedok, yang bertindak
sesuai dengan ucapan, sama di depan dan di belakang publik, konsisten antara
apa yang di imani dan kelakuannya, antara sikap dan tindakan,antara nilai hidup
yang dijalani, tanpa kompromi, pemimpin yang matang dan berintegritas berfokus
untuk mencapai tujuan Allah. Kepemimpinan yang
dibangun atas kekuatan berpikir dengan kebiasaan yang produktif, yang dilandasi
oleh kekuatan moral, akan menjadikan pemimpin tersebut memiliki “integritas” untuk bersikap dan
berperilaku yang baik sehingga ia mampu memberikan keteladanan dan juga mampu
mempengaruhi orang lain untuk melakukan. Perubahan yang terkait dengan proses berpikir, pemahaman dan
berperilaku dalam bermasyarakat, berbangsa serta bernegara.
Jadi
kepemimpinan yang memiliki integritas
akan menyadari dengan baik bahwa rimba hukum kadang bersifat absurd, namun itu
tidak berarti bahwa dia akan mempergunakan hal tersebut dengan dalih kekuasaan,
karena keyakinan yang dianutnya akan menolak keikut sertaannya dalam persaingan
yang tidak sehat. Walaupun hal tersebut merupakan tugas yang harus di
lakukannya.
Dalam buku
pentingnya, Critique of Pure Reason,
ide-ide moral Kant terfokus pada sebuah pertanyaan ‘Apa yang harusnya saya
lakukan?’ Untuk menjawab hal ini, Kant menggunakan metode pemeriksaan atas
status penilaian etis (ethical judgment).
Dengan metode tersebut, Kant menyimpulkan bahwa apa-apa yang ‘seharusnya’
dilakukan mesti didasarkan pada suatu hukum umum yang dapat diterapkan di semua
lapisan masyarakat.
Dengan
perkataan lain, apa yang harus kita lakukan, dan dengan itu kita dapat disebut
bermoral, harus dipertimbangkan dari ‘apa yang akan terjadi bila setiap orang
melakukan apa yang kita lakukan’. Inilah prinsip ‘perintah kategoris’, yakni
prinsip dasar moralitas yang akan memampukan manusia (dengan menggunakan akal)
untuk menyelesaikan permasalahan moral..
Oleh
karena itu, apabila pemimpin memerintah untuk kepentingan (kelompok) sendiri,
ataupun berbuat sesuatu yang ‘seharusnya’ tidak dilakukan, maka kita dapat
memberi label mereka sebagai pemimpin yang tidak bermoral. Seperti model
‘perintah kategoris’-nya Kant, apa jadinya jika semua pemimpin koruptif, dan
menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan sendiri?
Melalui
etika Kantian, ukuran integritas moral dan kebaikan seorang pemimpin,
ditentukan dari apa yang dilakukan pemimpin tersebut dikaitkan dengan kebaikan
intrinsik dan kesesuaian pada ekspektasi rakyat. Model etika Kantian sejatinya
dapat digunakan sebagai ukuran integritas moral para pemimpin dan penguasa di
negeri kita.
C.
Pentingnya integritas moral bagi seorang pemimpin
Dari
pengalaman sejarah kita yang masih pendek ini, mungkin, integritas moral inilah
satu-satunya kualitas utama yang paling dirasakan ‘tidak-signifikan-ada’ dalam
setiap jenjang kehidupan politik kita. Realitas ini dapat dilihat dari pelbagai
keluhan masyarakat akan maraknya tingkah laku yang ‘seharusnya’ tidak dilakukan
pemimpin.
Maju
mundurnya bangsa banyak ditentukan oleh para pemimpin. Sebab pada hakekatnya
pemimpin itu memiliki tanggungjawab, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
masyarakat. Tanggungjawab inilah yang pada dasarnya terkait dengan moral
kepemimpinan. Kehidupan keseharianpun juga tidak lepas dari bagaimana seseorang
melakukan kepemimpinan, baik terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain.
Mengapa
Integritas begitu amat penting sebab integritas memberikan Kuasa kepada
kata-kata kita, memberikan kekuatan bagi rencana-rencana kita dan memberikan
daya ( force ) bagi tindakkan kita.
Profesionalitas
adalah integritas yang teruji, abdi Negara yang professional adalah abdi Negara
yang memiliki integritas yang teruji, tidak suka menggunakan aji mumpung
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, apalagi kesempatan dalam tanda petik
yang selalu bermakna negative. ini, karakter yang demikian bisa dikatakan satu
berbanding seribu, inilah biang kerok kenapa pemerintah kita kurang profesional
karena betapa susahnya mencari aparat pemerintah yang benar-benar memiliki
integritas yang teruji. Yang banyak adalah aparat pemerintah yang suka
mencuri-curi kesempatan. Kesempatan sudah ditutup rapat rapat tetapi dasar
mentalnya rendah, ada saja celah-celah untuk melakukan penyimpangan. Hal ini
bisa terjadi lantaran semua orang suka bermain kongkalikong, atasan dengan
bawahan sama- melakukan penyimpangan.
D.
Pemimpin dalam prespektif Islam
Wacana kepemimpinan dalam Islam
memiliki banyak pandangan dan pendapat. Hal ini diawali pasca kepergian
Rasulullah Muhammad wafat. Masyarakat Islam telah terbagi- bagi kedalam banyak
kelompok atau golongan. Kiranya inilah
yang menyebabkan banyak perbedaan
pendapat meskipun sumber rujukan mereka sama, yakni Al Qur’an dan Al Hadits.
Sejarah telah mencatat setelah kepergian Rasulullah, kemudian tampuk
kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifah, mulai dari Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah dan Bani
Abbasiyah. Setelah kepemimpinan Abbasiyah runtuh, kepemimpinan Islam mulai
terpecah-pecah kedalam kesultanan-kesultanan kecil. Itulah sepenggal singkat
tentang kepemimpinan dalam Islam. Meskipun begitu dalam banyak ayat dan hadits
diterangkan bahwa setiap diri pribadi juga merupakan pemimpin baik bagi
dirinya maupun bagi lingkungan sekitarnya. Salah satu ayat yangmenerangkan hal
tersebut adalah :
“ Dan
Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya
Rabbmu amat cepat siksaan-Nya,dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. 6:165)
Makna
hakiki kepemimpinan dalam islam adalah untuk mewujudkan khalifah di muka bumi,
demi terwujudnya kebaikan dan reformasi. Dalam konteks kepemimpinan, Nabi
Muhammad hanya meminta syarat agar seorang pemimpin bisa berlaku adil. Hal
ini misalnya diceritakan oleh As Syaikhani yangmeriwayatkan hadis tentang tujuh
golongan manusia yang akan mendapat perlindunganAllah pada hari pembalasan
(akhirat). Dari tujuh golongan itu, pemimpin yang adilditempatkan atau disebut
pertama kali oleh Nabi.Mungkin saja penempatan itu hanya sekedar redaksi
perkataan dari Nabi.
Hadist
yang lain, yang mengatakan bahwa setiap pemimpin akan ditanya tentang
kepemimpinannya, harus diterjemahkan pula sebagai sebuah ancaman serius dari
Allah dan Rasul terhadap pemimpin yang tidak berlaku adil. Sampai pada titik
ini dapat dimengerti mengapa kedudukan
pemimpin lalu menjadi istimewa. Dia dijanjikan akan masuk surga pertama kali,
sekaligus diancam akan menjadi penghuni neraka juga dalamrombongan awal. Adil
sebagai pemimpin tak harus dipahami hanya dalam soal memutus sebuah
perkara. Namun adil yang diminta kepada pemimpin adalah juga mencakup
aspek kesanggupanuntuk selalu menjaga amanah (jujur), tidak khianat, mampu
melindungi yang dipimpin (tidak otoriter) dan perilakunya bisa menjadi contoh
(memberi inspirasi). Termasuk adil, jika seorang pemimpin mengakui dirinya
tak bisa memimpin lagi dan memberikesempatan kepada yang ahli untuk
menggantikkannya. Bukankah imam shalat yangkentut harus membatalkan shalatnya
dengan mundur selangkah agar diganti makmunyang berdiri di belakangnya?
Syarat-syarat itu niscaya tak akan bisa dipenuhi oleh pemimpin manapun
melainkanmereka yang berpegang teguh kepada ajaran Allah dan Rasulnya.
Bercermin
padaakhlaq Nabi, seorang pemimpin akan bisa berbuat adil jika paling tidak,
mewarisi empatsifat Nabi. Empat sifat Nabi itu adalah:
1. Amanah (tidak korup),
2. Fathanah (cerdas),
3. Tabligh (mampu
berdiplomasi), dan
4. Siddiq (bnar, dipercaya atau jujur).
E.
Hakikat seorang pemimpin dalam islam
Hakikat kepemimpinan dalam Islam
meliputi :
1.
Tanggung Jawab, Bukan Keistimewaan. Ketika seseorang diangkat atau ditunjuk untuk
memimpin suatu lembaga atau institusi, maka ia harus mampu
mempertanggungjawabkannya kepada manusia dan Allah Swt. Umar bin Abdul Aziz
kerap menyamar menjadi rakyat biasa untuk menyelami kehidupan rakyatnya. Pernah
menjadi kuli panggul dan tukang angkut barang
di pasar sebagai wujud tanggungjawabnya untuk peduli dengan rakyat.
Karena kepemimpinan itu tanggung jawab atau amanah yang tidak boleh
disalahgunakan, maka pertanggungjawaban menjadi suatu kepastian, Rasulullah Saw
bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu (HR. Bukhari dan Muslim)
2.
Pengorbanan, Bukan Fasilitas. Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk
menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi
yang menyenangkan, tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan
pengorbanan. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz sebelum
menjadi khalifah menghabiskan dana untuk membeli pakaian yang harganya 400
dirham, tapi ketika ia menjadi khalifah ia hanya membeli pakaian yang harganya
10 dirham, hal ini ia lakukan karena kehidupan yang sederhana tidak hanya harus
dihimbau, tapi harus dicontohkan langsung kepada masyarakatnya.
3.
Kerja Keras, Bukan Santai. Para pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar
untuk menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan yang menghantui masyarakat
yang dipimpinnya untuk selanjutnya mengarahkan kehidupan masyarakat untuk bisa
menjalani kehidupan yang baik dan benar serta mencapai kemajuan dan kesejahteraan.
4.
Kewenangan Melayani, Bukan Sewenang-Wenang. Pemimpin adalah pelayan bagi orang
yang dipimpinnya, karena itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan
kewenangan yang besar untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih
baik dari pemimpin sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda: Pemimpin suatu kaum
adalah pelayan mereka (HR. Abu Na’im).
Oleh
karena itu, setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi pelayanan terhadap
orang-orang yang dipimpinnya guna meningkatkan kesejahteraan hidup, ini berarti
tidak ada keinginan sedikitpun untuk menzalimi rakyatnya apalagi menjual
rakyat, berbicara atas nama rakyat atau kepentingan rakyat padahal sebenarnya
untuk kepentingan diri, keluarga atau golongannya. Bila pemimpin seperti ini terdapat
dalam kehidupan kita, maka ini adalah pengkhianat yang paling besar, Rasulullah
Saw bersabda: Khianat yang paling besar adalah bila seorang penguasa
memperdagangkan rakyatnya (HR. Thabrani).
5.
Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor. Dalam segala bentuk kebaikan,
seorang pemimpin seharusnya menjadi teladan dan pelopor, bukan malah menjadi
pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan.
F.
Cita dan fakta yang dilakukan
pemimpin dijaman sekarang
Ketika
kekecewaan terhadap situasi kekinian memuncak, orang biasanya berpaling ke masa
lalu yang diasumsi lebih baik. Dalam konteks kesejahteraan, publik tak canggung
melongok kembali ke masa pemerintahan Orde Baru (1966-1998), karena rezim ini
dianggap lebih kompeten memenuhi kebutuhan dasar rakyat, seperti pangan dan
sandang, dibandingkan pemerintahan era reformasi. Itu artinya, dalam konteks
Indonesia, gugatan terhadap kepemimpinan nasional dewasa ini tentu tak hanya
karena dominannya wajah-wajah lama di panggung kekuasaan, tetapi juga karena
masih banyaknya constraint
(halangan) bagi munculnya lapisan muda dalam kepemimpinan negara (pusat dan
daerah). Untuk kontestasi pemilihan presiden 2009, misalnya, sejumlah analisis
memprediksi, kecil sekali peluang tampilnya “rising star”, termasuk dari kaum muda. Kondisi
sekarang memang bisa disebut krisis kepemimpinan. Dalam lapangan politik, krisis
kepemimpinan berarti langkanya atau pun tiadanya kepemimpinan politik yang bisa
memenuhi harapan banyak orang dalam hal visi dan komitmen pada visi itu,
kompetensi koordinatif, manajerial, organisasi, memberi inspirasi dan motivasi,
pengetahuan dan kemampuan intelektual pada umumnya, integritas, kepribadian dan
gaya hidup, termasuk keterbukaan, kesederhanaan, kejujuran, kemampuan dan
kesediaan untuk mendengarkan dan jika perlu menerima kritik dan pendapat orang
lain, kesediaan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Krisis
kepemimpinan juga berarti sulitnya rakyat menentukan pilihan atas seorang
pemimpin. Ini bisa disebabkan tidak hanya langkanya tokoh pemimpin, tetapi juga
karena faktor rakyat sendiri yang kesulitan dan tidak cermat memilih pemimpin. Dari krisis kepemimpinan inilah
yang membuktikan bahwa cita-cita dari kepemimpinan yang berintegritas sangatlah
jauh dari fakta yang ada. Demo yang dilakukan oleh para mahasiswa ataupun para
buruh yang kerap terjadi belakangan ini menjadi bukti bahwa rakyat kecewa
dengan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin sekarang. Hal ini jauh
sekali dari cita-cita para rakyat yang mengaharapkan pemimpin yang bijaksana
dan berintegritas moral. Kebanyakan dari pemimpin sekarang yang hanya mengumbar
janji semata dan ketika dia telah diangkat dan menang, mereka melupakan
janji-janjinya yang diumbar ketika mereka masih berkampanye. Jelas saja hal itu
membuat kecewa para rakyat yang telah percaya dan menunggu realisasi
janji-janji para pemimpinnya.
Realitas politik
Indonesia sekarang, seperti dikatakan sejarawan senior Taufik Abdullah (2008)
didominasi elit politik, bukan pemimpin. Secara psikologis,
pemimpin dekat dengan rakyat yang dipimpin. Pemimpin bukan penguasa, melainkan
sosok teladan yang memiliki visi jangka panjang untuk kepentingan rakyat,
bangsa, negara dan kemanusiaan. Mereka tidak hanya memiliki jiwa kepemimpinan
yang kuat, tetapi juga sosok patriot dan negarawan. Sementara elit politik
terkesan “disconneted“ dengan
rakyat. Visi mereka terkait pergumulan kekuasaan untuk memenangkan kepentingan
sempit dan jangka pendek. Memperhatikan realitas krisis sekarang, bangsa ini
memang sangat membutuhkan lebih banyak pemimpin daripada elit politik, baik
untuk konteks kepemimpinan nasional maupun lokal. Ini didasari fakta, krisis
multidimensi terjadi di seluruh penjuru negeri.. Di sejumlah daerah, bahkan
tokoh yang berani mengungkap “bau busuk” di internal lembaganya (whistle blower), seperti dalam kasus
korupsi DPRD Sumbar tahun 2003, justru dari seorang politisi senior. Padahal,
kira-kira seperempat dari anggota dewan setempat saat itu diisi kalangan muda,
bahkan sebagian ikut gerakan reformasi 1998.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Bahwa
integritas moral pemimpin adalah pemimpin yang tanpa
kedok, yang bertindak sesuai dengan ucapan, sama di depan dan di belakang
publik, konsisten antara apa yang di imani dan kelakuannya, antara sikap dan tindakan,
antara nilai hidup yang dijalani, tanpa kompromi, pemimpin yang matang dan
berintegritas berfokus untuk mencapai tujuan Allah. Dan integritas ini
sangatlah menentukan perilaku dan tindakan yang dilakukan dan diambil oleh
pemimpin. Sedangkan fakta yang ada dilapangan sekarang tentang cita-cita
seorang pemimpin yang berintegritas moral sangatlah jauh dari kenyataan.
Contohnya pemimpin sekrang banyak yang hanya mengumbar janji-janji semata, tapi
tidak dapat merealisasikan janji yang telah dibuat. Untuk menjadi seorang
pemimpin yang bertintegritas moral harus memiliki visi dan misi, yang dapat diartikulasikan dengan jelas dan dengan
penuh tanggung jawab.
B.
Saran
Sebagai
generasi muda kita hendaknya belajar menjadi seorang pemimpin yang
berintegritas moral. Dasar menjadi seorang pemimpin yang berintegrtitas moral
adalah kejujuran. Jadi hendaknya kita sebagai manusia haruslah menjadi manusia
yang jujur dalam mengerjakan segala hal dan dalam bertindak. Karena kita
sebagai generasi muda adalah pemimpin di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Madjid, Nurcholish.200.Islam Doktrin
dan Peradaban.Jakarta:Paramadina.
Jhon M. Echols dan Hassan
Syadilly.1993.Kamus Inggris Indonesia.Pontianak : Gajah Mada, University Press.
Bagus lorens.1996. Kamus Filsafat.jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Mahdi, Jamal.2001.menjadi pemimpin
yang efektif &berpengaruh.Bandung : Syamil.
Djiwandono, Soedjati.2002.”Krisis
Kepemimpinan”.Jakarta : AIPI.
Riza Sihbudi et al (eds).2002.Amandemen Konstitusi dan Strategi
Penyelesaian Krisis Politik Indonesia. Jakarta: AIPI.
C.Maxwell, John.2003.the right to
lead.Jakarta : interaksara.
http://berkarya.um.ac.id/?p=5522 http://sma-adhi-luhur.com/index.php?option=com_content&view=article&id=49:integritas-seorang-pemimpin&catid=36:artikel&Itemid=75 http://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/pengertian-pemimpin-dalam-bahasa.html https://indrasetiawan17.wordpress.com/2011/08/02/definisi-integritas-dan-pengertian-integritas-indolibrary/ http://berbagiberkat.blogspot.com/2007/09/integritas.html http://heilraff.blogspot.com/2008/02/integritas-kepemimpinan.html http://agnessekar.wordpress.com/2009/08/08/mengapa-integritas-itu-penting-bagi-seorang-pemimpin/ http://almudarris.wordpress.com/2009/10/20/kepemimpinan-dalam-islam/