Penjabaran Tentang Kesenjangan Sosial Ekonomi dan Pendidikan
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri atas pulau-pulau dan beragam suku dan budayanya. Jumlah penduduk yang banyak ini tentunya menimbulkan banyak masalah, antara lain kemiskinan, masalah pendidikan, dan lain-lain.
Kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena global yang sering terjadi di negara berkembang. Bahkan masalah kesenjangan ekonomi ini telah menjadi pembahasan utama dalam penetapan kebijakan pembangunan ekonomi di negara berkembang sejak puluhan tahun lalu. Perhatian ini timbul karena ada kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi justru memperburuk kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara.
Kesenjangan ekonomi antar wilayah juga terjadi di Indonesia. Kesenjangan ini berkaitan dengan strategi pembangunan Indonesia yang bertumpu pada aspek pertumbuhan ekonomi sejak masa orde baru. Sasaran pembangunan diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi, namun tidak memperhatikan pemerataan pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Walaupun aspek pemerataan sempat mendapatkan perhatian ketika urutan prioritas trilogi pembangunan diubah dari pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas pada Pelita II (1974-1979) menjadi pemerataaan, pertumbuhan, dan stabilitas dari pada Pelita III (1979-1984), namun inti tumpuan pembangunan Indonesia tetap saja pertumbuhan (growth bukan equity). Dalam praktiknya, pemerintah hanya menetapkan target tingkat pertumbuhan yang hendak dicapai, namun tidak menetapkan target mengenai tingkat kemerataan. (Dumairy, 1996).
Kesenjangan sosial merupakan sesuatu yang menjadi pekerjaan bagi pemerintah yang butuh perhatian yang lebih. Kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mencolok dan makin memprihatinkan yang perlu di bahas serta dicari penyebab-penyebab terjadinya suatu kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang muncul dalam masyarakat perlunya sebuah keberanian dalam pengungkapanpannya. Sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi antar daerah menjadi topik yang menarik serta bagus untuk dipaparkan dalam makalah ini.
KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) kesenjangan berasal dari kata “senjang” yang berarti 1 tidak simetris atau tidak sama bagian yg di kiri dan yg di kanan (tt ukiran dsb); genjang; 2 berlainan sekali; berbeda; 3 ada (terdapat) jurang pemisah;.
ke·sen·jang·an n 1 perihal (yg bersifat, berciri) senjang; ketidakseimbangan; ketidaksimetrisan; 2 jurang pemisah:- antara si kaya dan si miskin semakin lebar
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat, sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang-kurangnya ada dua faktor yang menghambat.
faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal), yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia karena tingkat pendidikan/keterampilan atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.
Faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang (faktor eksternal), hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain, atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain.
Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Yang mana perbedaan itu kelihatan mencolok dan menimbulkan masalah dalam penanganannya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada kesenjangan sosial adalah "jarak" yang terjadi ditengah-tengah masyarakat disebabkan oleh perbedaan status sosial, maupun status ekonomi yang ada ditengah-tengah masyarakat (Pendidikan).
Pemerintah memang tidak henti-hentinya memberikan kebijakan demi kemajuan pendidikan, namun kebijakan demi kebijakan seakan hanya menjadi oase di tengah padang pasir yang kesejukannya hanya sesaat saja. Dalam praktiknya, pendidikan tetap menjadi masalah yang krusial bagi bangsa ini, terkhusus pendidikan di daerah 3T, tertinggal, terpencil, dan terbelakang.
FATOR - FAKTOR KESENJANGAN SOSIAL
Kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia diakibat beberapa hal yaitu :
Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
1. Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk keuntungan
2. tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
3. rendahnya upah buruh
4. tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
5. sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
6. kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidak sanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, seperti masa pergantian feodalis ke kapitalis atau pada masa pesatnya perubahan teknologi. Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi diobrak, sedangkan atatus golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat strata sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis. Beberapa ciri kebudyaan kemiskinan adalah :
1. fatalisme,
2. rendahnya tingkat aspirasi,
3. rendahnya kemauan mengejar sasaran,
4. kurang melihat kemajuan pribadi ,
5. perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
6. Perasaan untuk selalu gagal,
7. Perasaan menilai diri sendiri negatif,
8. Pilihan sebagai posisi pekerja kasar,
9. Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metodre psikiatri kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian diri.
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari :
1. Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri,
2. Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya,
3. Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan
4. Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah :
1. Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya),
2. mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya,
3. Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Soedjatmoko (1984) memberikan contoh kemiskinan structural :
1. Pola stratifikasi (seperti dasar pemilikan dan penguasaan tanah) di desa mengurangi atau merusak pola kerukukan dan ikatan timbal-balik tradisional,
2. Struktur desa nelayan, yang sangat tergantung pada juragan di desanya sebagai pemilik kapal,
3. Golongan pengrajin di kota kecil atau pedesaan yang tergantung pada orang kota yang menguasai bahan dan pasarnya.
Hal-hal tersebut memiliki implikasi tentang kemiskinan structural :
a. kebijakan ekonomi saja tidak mencukupi dalam usaha mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural, dimensi struktural perlu dihadapi juga terutama di pedesaan
b. perlunya pola organisasi institusi masyarakat pedesan yang disesuaikan dengan keperluannya, sebaga sarana untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan bargaining power, dan perlunya proses Sosial learning yang spesifik dengan kondisi setempat.
Adam Malik (1980) mengemukakan bahwa untuk mencari jalan agar struktur masyarakat Indonesia dapat diubah sedemikian rupa sehingga tidak terdapat lagi di dalamnya kemelaratan structural. Bantuan yang terpenting bagi golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural adalah bantuan agar mereka kemudian mampu membantu dirinya sendiri. Bagaimanapun kegiatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan maupun pemerataan tidak dapat mengihilangkan adanya kemiskinan struktural.
Pada hakekatnya perbedaan antara si kaya dengan si miskin tetap akan ada, dalam sistem sosial ekonomi manapun. Yang lebih diperlukan adalah bagaimana lebih memperkecil kesenjangan sehingga lebih mendekati perasaan keadilan sosial. Sudjatmoko (1984) berpendapat bahwa, pembangunan yang semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi akan melanggengkan ketimpangan struktural. Pola netes ke bawah memungkinkan berkembangnya perbedaan ekonomi, dan prilaku pola mencari nafkah dari pertanian ke non pertanian, tetapi proses ini akan lamban dan harus diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan membantu golongan miskin saja, tanpa menghadapi dimensi-dimensi struktural seperti ketergntungan, dan eksploitasi. Permasalahannya adalah dimensi-dimensi struktural manakah yang mempengarhui secara langsung terjadinya kemiskinan, bagaimana ketepatan dimensi untuk kondisi sosial budaya setempat.
Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat,sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.