MAKALAH TIPOLOGI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN KERAWANANNYA
TIPOLOGI EKOSISTEM TERUMBU KARANG
DAN KERAWANANNYA
Oleh:
Iduham
Fakultas perikanan dan ilmu kelautan
Universitas muhammadiyah kendari
Pendahuluan
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting dan berharga
bagi bangsa Indonesia
baik secara ekologis, ekonomis, dan sosial budaya. Namun demikian ekosistem
terumbu karang tersebut merupakan salah satu ekosistem pesisir serta biota yang
berasosiasi di dalamnya yang sangat sensitif terhadap berbagai kerusakan, baik
secara alami maupun oleh kegiatan manusia.
Karena letaknya di dasar laut, walaupun hanya pada wilayah laut
dangkal, perhatian masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya
terhadap pentingnya nilai dan permasalahan terumbu karang di Indonesia dinilai cukup
lambat. Hal ini disebabkan oleh berbagai
kendala termasuk masalah teknologi dan kemampuan penyelaman, serta kebijakan
pemerintah, sehingga informasi masalah kondisi terumbu karang baru mendapat
perhatian yang lebih serius pada tahun 90'an. Keterlambatan ini menyebabkan
tingkat kerusakan terumbu karang di Indonesia dinilai sudah sangat parah,
dimana lebih dari 70 % ekosistem terumbu karang kita telah mengalami kerusakan.
Karakteristik Ekosistem Terumbu Karang
Struktur fisik dari ekosistem
terumbu karang adalah kerangka kalsium karbonat yang senantiasa bertumbuh dan
membentuk platform yang keras dalam jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun.
Kerangka ini atau yang disebut sebagai terumbu dibentuk terutama oleh koloni
polip karang yang bersimbiose dengan zooxantella yang hidup dalam jaringan
karang. Jenis lain yang juga merupakan penyangga terumbu ini adalah algae
coralline yang juga bisa berfungsi sebagai semen atau perekat terumbu.
Karang membutuhkan kejernihan air
yang tinggi dan jumlah unsur hara atau nutrient yang rendah. Karana
zooxanthella (alga simbiosa) membutuhkan cahaya untuk fotosintesis, maka cahaya
adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi distribusi vertikal karang
pembentuk terumbu (karang hermatypic). Olehkarena itu, kebanyakan pertumbuhan
karang yang paling aktif terdapat pada kedalaman 2-10 meter.
Hubungan simbiosa antara
zooxanthellae dan karang merupakan faktor penting dalam pembentukan terumbu
karang. Alga bersel satu ini mendapatkan perlindungan yang baik dalam jaringan
karang dan memperoleh suply nutrient atau unsur hara dari hasil sekresi karang
dan karbon dioksida dari hasil respirasi hewan karang. Kedua unsur tersebut
akan dimanfaatkan oleh zooxanthella untuk pertumbuhan dan perkembangannya
melalui proses fotosinthesis. Hasil dari fotosintesis tersebut yang merupakan
senyawa karbon selanjutnya dimanfaatkan oleh karang sebagai sumber energi.
Untuk pertumbuhan terumbu karang
yang baik, dibutuhkan kondisi lingkungan yang cocok misalnya; konsentrasi
oksigen yang cukup, temperatur yang hangat, salinitas antara 32-36 ppt, PH air
yang sedang (7,5 – 8,5), kecerahan yang baik (cahaya tembus > 20m),
konsentrasi nutrient rendah, biomassa fitoplankton rendah, sedimentasi rendah,
suply air tawar kecil, bebas pencemaran, dll.
Secara alamiah, fungsi ekosistem
terumbu karang sangat kompleks, dimana juga berkaitan dengan ekosistem mangrove
dan padang
lamun yang berdekatan. Secara fisik terumbu karang juga berfungsi sebagai
pemecah ombak untuk melindungi daerah pesisir. Secara kimiawi, terumbu karang
merupakan penangkap karbon yang diikat dalam bentuk kalsium karbonat. Nilai
yang selama ini dikenal sangat pital adalah dalam hal mendukung sumberdaya
perikanan. Lebih dari 30 % ikan-ikan yang merupakan pemasok protein ditangkap
di daerah terumbu karang. Masih banyak fungsi lain yang nilainya tidak kalah
penting misalnya sebagai sumber 'natural product', dan juga sebagai tempat
pendidikan, penelitian dan pariwisata.
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Gorontalo masih banyak yang
masuk dalam kategori baik dan sedang, walaupun demikian pada beberapa tempat
terlihat adanya tingkat kerusakan yang cukup parah akibat penggunaan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom dan sianida. Hasil pengamatan
dari peserta pelatihan ICZPM-Gorontalo (2003) di Pulau Payunga dan Pulau
Saronde, menunjukkan kondisi karang yang termasuk sedang dengan tingkat
penutupan karang hidup berkisar 30-60%. Daerah slope pada umumnya masih dalam
kondisi baik, namun pada daerah reefflat telah banyak mengalami kerusakan yang
kemungkinan besar disebabkan oleh akitifitas pengeboman dan penambangan batu
karang. Penambangan batu karang di daerah Kwandang ini terlihat jelas dari
banyaknya tumpukan bata karang yang diambil oleh masyarakat setempat untuk
kebutuhan pembuatan pondasi rumah. Sampai pada saat pelatihan ini dilaksanakan,
aktifitas penambangan ini masih terlihat jelas dari adanya beberapa masyarakat
yang menaikkan batu karang yang baru saja diambil dari laut ke pinggir jalan
raya dengan menggunakan perahu.
Beberapa kawasan terumbu karang yang masih dalam kondisi baik
diantaranya adalah Pulau Dulupi, Pulau Asiangi 2, Pulau Lamua Daa, Pulau Raja
dan Pulau Popaya.
|
Permasalahan
Karena letak dan sifat ekosistem terumbu karang, maka berbagai
aktifitas manusia dapat mempengaruhi ekosistem ini seperti:
1.
Penambangan karang
2.
Penggunaan bahan peledak dan
sianida
3.
Pengerukan di sekitar terumbu
karang
4.
Pembuangan limbah
5.
Penggundulan hutan didaerah
upland
6.
Keparawisataan yang tak
terkontrol
7.
Penangkapan ikan hias, dll.
8.
Manajemen yang kurang baik
Alternative Pengelolaan
Upaya pengelollan sumberdaya hayati laut dalam kerangka era otonomi
daerah (Undang-undang no 22 tahun 1999) memberi konsekwensi bahwa wilayah laut
suatu propinsi sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan \ atau ke arah perairan kepulauan menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah. Hal ini memberi peluang sekaligus tanggung jawab yang besar
kepada pemerintah setempat untuk memanfaatkan dan melindungi kawasan terumbu
karangnya. Hal pertama yang sangat esensil untuk dilakukan adalah pembuatan
database sebaran dan kondisi bio-ekologis terumbu karang. Hanya dengan demikian
kita bisa memprediksi potensi terumbu karang kita dan sekaligus mencari
langkah-langkah strategis untuk pengelolaannya, misalnya dengan pendekatan
penentuan zona-zona pemanfaatan dan rehabilitasi, dll. Namun demikian, secara
umum, sebelum langkah strategis berdasarkan database yang aktual bisa
dilakukan, maka upaya-upaya yang sangat urgen untuk diperhatikan adalah
mencegah kerusakan-kerusakan yang masih berlangsung, seperti penggunaan bahan
peledak dan sianida, menambangan karang, dll. Hal ini bisa dimulai dengan
memberi penekanan pada pendekatan pendidikan kepada masyarakat; termasuk
peraturan dan perundang-undangan, dan yang lebih penting lagi adalah adanya
kepastian hukum atau law enforcement, misalnya yang salah harus diperingati dan
kalau terulang akan dihukum.
Penutup
Mengingat kondisi terumbu karang
kita di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan sudah sangat banyak mengalami
kerusakan, maka harus dilakukan upaya yang lebih proaktif oleh lembaga yang
berwenang untuk menghindari hancurnya sumberdaya alam yang sangat berharga ini.
Terumbu karang yang rusak membutuhkan waktu yang sangat lama (minimal 20 tahun)
untuk kembali normal secara alami (natural recovery), itupun jika sumber
kerusakannya telah dihentikan. Oleh karena itu, upaya-upaya perbaikan ekosistem
dengan bantuan manusia sepeti rehabilitasi ekosistem terumbu karang juga perlum
mendapat perhatian. Namun demikian upaya-upaya rehabilitasi ini tidak akan ada
manfaatnya jika kita belum mampu menerapkan aturan-aturan yang berhubungan
dengan manajemen ekosistem terumbu karang. Kerjasama antar lembaga; pemda, universitas,
pengguna, dan semua pihak yang terkait adalah langkah awal yang perlu segera
diimplementasikan untuk menyatukan persepsi, visi, dan mencari jalan keluar
terbaik bagi semua pihak terutama untuk ekosistem terumbu karang itu sendiri
yang saat ini mungkin sedang mengangis,
merintih mananti langkah konkrit dari kita semua. Semboyang "Selamatkan
Terumbu Karang sekarang, semoga mendapat prioritas yang lebih baik.