Contoh Makalah EVOLUSI MOLEKULER
Tugas : makalah
EVOLUSI
MOLEKULER
OLEH:
RONNY AFRIANTO
A1C2 13 100
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
BAB I
PENDAHULAUAN
A.
Latar
Belakang
Semua bagian organisme berubah
selama evolusi. jika sirip ikan berevolusi pada amphibi menjadi anggota badan,
dan kemudian anggota badan berevolusi menjadi banyak bentuk dan ukuran,
jaringan pembentuknya, sel-selnya, dan molekulnya juga berubah. Evolusi
molekuler disinonimkan dengan evousi pada tingkat protein, karena evolusi pada
tingkat molekul sebagian besar dipelajari secara menyeluruh pada protein.
Protein merupakan kelas molekul
yang paling umum dan paling berdiversifikasi pada organisme. Protein tahan air
yang disebut dengan keratin membentuk kulit dan rambut; protein pembeku darah
yang disebut hemoglobin bersirkulasi dalam darah; banyak macam protein yang
disebut enzim, mengkatalisasi metabolisme tubuh.
Evolusi molekuler meliputi dua area
pembahasan, yaitu:
1. Evolusi
molekuler, dan
2. Rekontruksi
sejarah evolusi gen dan organisme. Area pertama, evolusi makromolekuler
menunjukan pembentukan gen dan pola perubahan yang tampak pada materi genetik
(misalnya urutan DNA) dan produkinya (missal protein) selama waktu evolusi dan
terhadap mekanisme yang bertanggung jawab untuk sejumlah perubahan tersebut.
Area kedua dikenal sebagai “molekuler phylogeny” menjelaskan sejarah evolusi
organisme dan makromolekul seperti adanya keterlibatan data-data molekuler.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Awal
pembentukan bumi
2.
Teori asal kehidupan oleh oparin
3.
Asal mula dari makromalekul informational (pembawa informasi)
4.
Evolusi DNA, RNA dan sekuen protein
5.
Kebiasaan molekular (molecular clocks) untuk melacak evolusi
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui awal pembentukan
bumi
2. Untuk mengetahui teori asal
kehidupan oleh oparin
3. Untuk mengetahui asal mula dari
makromalekul informational (pembawa informasi)
4. Untuk mengetahui Evolusi DNA, RNA
dan sekuen protein
5. Untuk mengetahui Kebiasaan
molekular (molecular clocks) untuk melacak evolusi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
AWAL PEMBENTUKAN BUMI
“Big-bang” diperkirakan terjadi sekitar
20 milyar tahun yang lalu. Sekitar 15 milyar tahun kemudian, kumpulan debu dan
gas luar angkasa menyatu dan berkondensasi akibat gravitasi, menjadi gumpalan
gas raksasa yang kita kenal sebagai matahari. Matahari ini dikelilingi oleh
beberapa bentukan yang lebih kecil dengan komposisi yang bervariasi, yang
dikenal sebagai planet. Jagad raya sebagian besar tersusun oleh gas dengan
berat molekular ringan, yaitu hydrogen dan helium, dimana unsur2 tersebut
merupakan penyusun utama suatu bintang. Unsur dengan berat molekul yang lebih
berat menyusun hanya sekitar 0,1 persen dari suatu planet.
Ketika bumi terbentuk, panas dilepaskan
yang disebabkan oleh keruntuhan karena gravitasi (collapse due to gravity) dan
adanya elemen radioaktif pada kumpulan debu. Selama ratusan miliar tahun
pertama, bumi terlalu panas sehingga air tidak dapat berbentuk cair dan hanya
dalam bentuk uap. Setelah suhu bumi menurun, uap tersebut mengalami kondensasi
dan membentuk lautan dan danau. Kehidupan diperkirakan berasal dari reaksi
kimia yang terjadi pada atmosfer, diikuti dengan reaksi lanjut pada lautan dan
danau purba (hidrosphere).
ATMOSFER AWAL
Atmosfer pertama, yang disebut atmosfer
primer, sebagian besar tersusun dari hydrogen dan helium. Akan tetapi karena
ukuran planet bumi terlalu kecil untuk menahan gas seringan itu, maka gas2
tersebut akan terlepas ke luar angkasa. Bumi kemudian membentuk atmosfer
sekunder, yang sebagian besar terbentuk melalui volcanic out-gasing (pengeluaran
gas volkanik), karena pada saat itu aktivitas volkanik bumi lebih besar dan
panas. Gas volkanik sebagian besar tersusun dari uap (95%), lalu oleh CO2, SO2,
N2, H2S2, HCl, B2O dan elemental sulfur dalam jumlah yang tak tentu,
serta H2, CH4, SO3, NH3 dan HF dalam jumlah yang paling kecil. Akan tetapi
tidak terdapat O2. Dari berbagai unsur diatas, CO2 merupakan 2 unsur terbanyak
(4%). Disamping itu, uap air bereaksi dengan mineral primitif seperti nitrides
sehingga membentuk ammonia, dengan carbides sehingga membentuk
metan, dan dengan sulfides sehingga membentuk hydrogen sulfide. Tidak
terdapat oksigen bebas pada masa itu.
Atmosfer bumi pada masa ini, yaitu atmosfer
tersier, terbentuk secara biologis. Metan, ammonia, dan gas reduksi lainya
telah habis terpakai, sementara komponen lainya (nitrogen, sisa-sisa argon,
xenon, dll), hampir tidak berubah. Sejumlah besar oksigen telah diproduksi
melalui fotosintesis. Hal ini tidak dapat terjadi sampai cyanobakteria, yaitu
organisme pertama yang dapat melakukan fotosintesis sejati, berevolusi kurang
lebih 25 juta hmilyar tahun yang lalu. Dengan bertambahnya evolusi mahluk
pemfotosintesis, kandungan oksigen atmosfer bumi ikut bertambah. Kandungan ini
mencapai 1% pada sekitar 800 juta tahun yang lalu, dan 10% pada sekitar 400
juta tahun yang lalu. Pada masa ini, kadarnya sekitar 20%.
B.
TEORI ASAL KEHIDUPAN
OLEH OPARIN
Radiasi ultraviolet matahari dan
pelepasan listrik (lightning-discharge) menyebabkan gas dalam atmosfer purba
bereaksi, sehingga terbentuklah senyawa organik sederhana. Senyawa ini larut
dalam laut purba dan terus bereaksi, membentuk apa yang dikenal dengan “sup
purba”. Sup ini mengandung asam amino, gula, dan basa asam nukleat serta
molekul-molekul lain yang tersintesis secara acak. Reaksi lanjutan membentuk
polimer, yang akan berasosiasi membentuk globulus. Dari globulus inilah sel
primitif akan terbentuk. Teori asal kehidupan diatas diusulkan oleh ahli biokimia
dari Rusia bernama Alexander Oparin pada tahun 1920an. Charles Darwin sendiri
pernah mengusulkan bahwa kehidupan mungkin berasal dari genangan air hangat
yang terdiri dari ammonia dan unsur kimia penting lainya. Akan tetapi Oparinlah
yang menjelaskan langkah yang diperlukan dan poin terpenting dalam proses
tersebut, yaitu bahwa kehidupan berevolusi sebelum terdapat oksigen di udara.
Karena Oksigen bersifat sangat reaktif, ia akan bereaksi dengan molekul
prekusor yang terbentuk di atmosfer, dan mengoksidasi molekul-molekul tersebut
kembali menjadi CO2 dan H2O.
C.
ASAL MULA DARI
MAKROMALEKUL INFORMATIONAL (PEMBAWA INFORMASI)
Informasi biologis disalurkan melalui
polimerisasi template specific (cetakan spesifik) dari nukleotida.
Gabungan dari polifosfat, purin, dan pirimidin akan menghasilkan rantai asam
nukleat acak jika ribose dan deoksiribosa diikutkan dalam reaksi. Satu
permasalahan yang belum dapat dipecahkan adalah bahwa kehidupan menggunakan
asam nukleat ikatan 3‟,5‟ sedangkan sintesis purba menghasilkan molekul RNA
dengan ikatan yang bervariasi, yang kebanyakan adalah 2‟,5‟. Sebaliknya
deoksiribosa tidak memiliki 2‟-OH sehingga tidak dapat meberi ikatan 2‟,5‟.
Walaupun begitu, RNA dianggap menyediakan molekul informational pertama,
sedangkan DNA akan terbentuk setelahnya, yang dirancang untuk menyimpan
informasi dalam bentuk yang lebih akurat dan stabil.
Ketika template RNA di-inkubasikan dengan
campuran nukleotida yang ditambahkan pengkondensasi purba, maka potongan RNA
complementer akan tersintesis. Reaksi non-enzimatis ini dikatalis oleh ion
timah, dengan tarif kesalahan sekitar 1 basa yang salah dalam setiap 10 basa
yang terbentuk. Dengan menggunakan ion seng (Zn), terjadi kemajuan dalam
reaksi, dimana panjang molekulnya dapat mencapai 40 basa, dengan taraf
kesalahan sekitar satu dalam 200. Semua RNA dan DNA polymerase modern
mengandung Zn. Jika ikatan template RNA 3‟,5‟ digunakan , sekitar 75% RNA yang
terbentuk mempunyai ikatan 3‟,5‟. Akan tetapi hal ini tidak mengatasi problema
bahwa pembentukanorisinil dari tipe polimer RNA acak sangat cenderung
menggunakan ikatan non biologis 2‟,5‟.
Jika campuran nukleosida trifosfat
(atau nukleotida plus polifosfat) di inkubasikan dalam kondisi purba, dengan
menggunakan Zn sebagai katalis, sebuah molekul unting tunggal RNA dengan sekuen
acak akan terbentuk. Langkah polimerisasi awal ini sangatlah lamban. Akan
tetapi, ketika polimer RNA terbentuk, ia akan bertindak sebagai template untuk
penyusunan unting-unting komplementer. Sintesis berdasarkan template jauh lebih
cepat, bahkan ketika tidak ada enzim sekalipun. Unting komplementer akan
berperan sebagai template untuk menghasilkan lebih banyak molekul RNA. Hasil
akhirnya adalah, ketika sekuen acak pertama muncul, ia akan melipat ganda
dengan cepat dan akan mengambil alih campuran inkubasi. Dengan begini akan
terbentuk kumpulan sekuen dengan banyak kesalahan, namun saling berkaitan
(suatu „quasi-species‟ molecular). Jika serentetan inkubasi yang mirip
dilakukan, masing masing sampel akan menghasilkan quasi-species yang berkaitan.
Akan tetapi, sekuen yang mengambil alih pada setiap inkubasi akan berbeda satu
sama lain..
D.
EVOLUSI DNA, RNA DAN
SEKUEN PROTEIN
Bayangkan gen dari suatu organisme awal.
Dalam waktu berjuta-juta tahun, mutasi gen akan terjadi pada sekuen DNA pada
gen, dengan kecepatan yang lambat tapi pasti. Kebanyakan mutasi tereliminasi
karena bersifat merusak, walaupun tetap ada yang bertahan. Kebanyakan mutasi
yang disimpan dalam gen adalah mutasi netral yang tidak baik maupun buruk bagi
organisme tersebut. Kadang-kadang mutasi yang memperkuat fungsi dari gen atau
protein yang dikode dapat terjadi, walaupun relatif jarang. Terkadang mutasi
yang awalnya buruk dapat berubah menjadi baik dalam kondisi lingkungan yang
berbeda. Fungsi asli dari suatu protein adalah yang terpenting, bukan sekuen
gen yang mengkodenya. Jika protein tersebut dapat berfungsi secara normal,
mutasi pade gen tersebut masih diterima.
Suatu silsilah evolusi mungkin dapat disusun
menggunakan satu set sekuen suatu protein, selama protein tersebut dapat
ditemukan pada setiap mahluk yang dibandingkan. Rantai alpha hemoglobin hanya
ditemukan pada mahluk yang berkerabat darah dengan manusia. Sebaliknya,
cytochrome e adalah suatu protein yang terlibat dalam penghasilan energi pada
semua organisme tingkat atas, termasuk fungi dan tumbuhan. Bahkan terdapat
beberapa kerabat dari protein tersebut yang ditemukan pada banyak bakteria.
Manusia dengan ikan berbeda dalam sekuen asam amino untuk cytochrome e sebesar
18%, dan berbeda dengan fungi atau tanaman sebesar 45%. Akan tetapi antara
fungi dan tanaman sendiri, terdapat perbedaan 45%, yang menandakan bahwa
perbedaan antara hewan dan tanaman adlah sebesar perbedaan antara tanaman dan
fungi.
Mutasi tunggal mungkin mengembalikan
suatu sekuen gen atau protein pada lokasi tertentu, kembali menjadi sekuen
moyangnya. Akan tetapi gen hampir tidak pernah bermutasi kebelakang untuk
kembali menjadi seperti moyangnya, yaitu sebelum sekuen tersebut mengalami
berbagai evolusi. Hal ini hanyalah masalah probabilitas. Tidak ada yang
mencegah suatu sekuen untuk kembali menjadi sekuen awal, namun kemungkinan
membalikan setiap mutasi yang telah terjadi adalah sangat-sangat kecil.
E.
KEBIASAAN MOLEKULAR
(MOLECULAR CLOCKS) UNTUK MELACAK EVOLUSI
Protein yang berevolusi secara cepat, lambat
laun akan memiliki sekuen yang sangat berbeda antar organisme dari asal yang
sama, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Sebaliknya, protein yang berevolusi
sangat lamban akan menunjukan perbedaan yang kecil diantara dua orgnasime. Maka
dari itu, kita perlu menggunakan sekuen yang lambat berubahnya, untuk
menunjukan hubungan evolutioner yang jauh serta sekuen yang berevolusi secara
cepat pada organisme yang berkerabat dekat.
Kebanyakan protein manusia memiliki sekuen
yang identik dengan simpanse, yang berkerabat dekat dengan manusia. Walaupun
kita menelusuri evolusi cepat pada ebrinopeptida, manusa dan simpanse akan
berada pada cabang yang sama dalam silisilah evolusi. Jadi bagaimana membedakan
manusia dengan simpanse. Mutasi yang tidak mepengaruhi sekeuen protein lebih
cepat menuumpuk selama evolusi, karena mereka tidak memiliki efek merugikan.
Jadi jika kita melihat sekuen DNA (bukan sekuen protein) dari beberapa
organisme, akan terlihat banyak perbedaan lain. Perbedaan ini cenderung
ditemukan pada sekuen non koding dan pada posisi kodon ketiga. Dengan mengubah
basa ketiga pada sebagian besar kodon tidak akan mengubah asam amino yang
dikodenya.
Intron adalah sekuen non koding yang akan
dikeluarkan dari transkrip primer sehingga tidak akan muncul pada mRNA. Sekuen
introm tidak merepresentasikan protein akhir yang akan dibentuk. Disamping
batas intron dan situs pengenal daerah splicing, sekuen intron pada
suatu DNA bebas bermutasi. Sekuen non koding lain terdapata diantara gen, dan
jika tidak terlibat dalam proses regulasi, maka mereka bebas untuk bermutasi.
Data awal mengenai sitokrom c,
hemoglobin, dll diperoleh melalui sekuensing langsung protein. Karena DNA
sequencing lebih mudah dilakukan dan lebih akurat, protein sekuen yang
ditemukan baru-baru ini dideduksi menggunakan sekuen DNA. Maka dari itu
terdapat banyak sekali informasi DNA menganai hewan yang berkerabat dekat.
Dengan menggunakan data ini, maka kekerabatan evolutioner antar hewan, seperti
manusia dengan simpansee, dapat diperjelas
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
lingkup materi dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.
- Evolusi molekuler
adalah suatu pendekatan pengkajian evolusi yang berpijak pada genetika
populasi dan biologi molekuler dengan lingkup atau area pengkajian pada
perubahan materi genetik (urutan DNA atau RNA) dan produknya (protein)
serta sejarah evolusi organisme yang didukung oleh data-data molekuler.
- Secara kimiawi
struktur DNA (Nukleotida) terdiri dari basa nitrogen (purin dan
pirimidin), gula pentose (ribosa dan deoksiribosa) serta asam posfat.
- Beberapa bentuk
perubahan evolusi berbasis urutan nukleotida adalah:
a.
mutasi substitusi,
b.
pengubahan satu pasang
basa nukleotida (mutasi butir),
c.
penyisipan (insersi)
atau penghapusan (delesi) nukleotida
d.
yang merupakan mutasi
pergeseran kerangka
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Evolusi.
Online http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi. Diakses pada tanggal 22 Oktober
2010.
Anonim. 2010. Evolusi awal.
Online http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusiawal/. diakses pada tanggal 22
Oktober 2010.
Anonim. 2009. Pembentukan bumi.
Online http://wapedia.mobi/id/. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2010.
Ridley, Mark. 1991. Masalah-masalah
evolusi. junior research in new college. Oxford. UI Press. Salemba. jakarta
Widodo, et. al. 2003. Bahan
Ajar Evolusi. Program Semi-que IV. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas
Negeri Malang. Malang