Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iklan Bar

Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak Di Zaman Modern

Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak

Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis, walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten, potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini.

Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya yaitu:

  • Prinsip Biologis

Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah, dalam segala gerak dan tindak tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah merupakan makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.

  • Prinsip Tanpa Daya

Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.

  • Prinsip Eksplorasi

Kemampuan dan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemerliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.

Semua itu tidak dapat difungsikan secara sekaligus melainkan melalui pentahapan. Begitu juga perkembangan agama pada diri anak.

Timbulnya agama pada anak menurut para ahli dapat dibagi dalam dua pendapat:
Pendapat pertama mengatakan bahwa anak dilahirkan sebagai makhluk yang religius. Anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan mereka mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusian daripada anak manusia itu sendiri. Pendapat kedua berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudia hari melalui proses bimbingan dan latihan seteralah berada pada tahap kematangan.

Menurut tinjauan pendapat pertama bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan, apabila bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang maka agak sukarlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya. Sedangkan pendapat yang kedua tanda-tanda keagamaan pada diri seorang anak akan tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya.

Dari kedua pendapat diatas maka pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:

  • Rasa ketergantungan (sence of fepende)

Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four wisbes, menurutnya manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat keinginan, yaitu: keinginan untuk perlindungan, keinginan untuk pengalaman baru, keinginan untuk mendapat tanggapan dan keinginan untuk dikenal.

  • Instink Keagamaan

Menurut Woodwoth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya instink keagamaan. Belum terlihat tindak keagamaan pada diri anak karena fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berlum berfungsi secara sempurna. Instink kejiwaan yang ada pada anak dapat berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemanpuan untuk berkomunikasi.