Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iklan Bar

Khilafah Pemerintahan Dalam Islam (Negara Unik)

Khilafah Negara Unik
                Khilafah adalah sisitem yang unik. Disebut unik karena memang berbeda dari sistem yang ada. Sayangnya, konsep khilafah ini tidak dipandang sebagai salah satu dari sistem pemerintahan  yang dilkenal di dunia. Hal ini dapat dimengerti, sebab kekuasaan dominan sekarang adalah Kapitalisme. Ilmu-ilmu sosial dan politik pun berasal dari ideologi tersebut. Sementara itu, Islam dipandang sebagai ancaman bagi Kapitalisme dan Komunisme. Wajar saja, konsepsi Islam tentang kenegaraan pun dikubur. Konsekuensinya, tidak sedikit kaum muslim yang tidak memahami hakikat kekhalifahan yang diwariskan Rasulullah SAW. Untuk itulah, penting memahami bahwa khilafah merupakan sistem kenegaraan yang unik.

Sistem Unik
                Khilafah merupakan suatu sistem pemerintahan yang berbeda dengan sistem lainnya. Diantara perbedaan mendasarnya adalah:
  1. Landasan Ideologi
Setiap Muslim dalam berbagai aktivitasnya haruslah menjadikan Islam sebagai landasan kehidupannya. Begitu juga dalam hal kenegaraan. Ideologi (mabda’) yang menjadi landasan khilafah adalah Islam, bukan kapitalisme ataupun Sosialisme-komunis. Ketika Islam menjadi mabda’ suatu negara berarti dasar yang digunakan dalam pengaturan kehidupan adalah akidah Islam menetapkan bahwa Allah SWT menurunkan Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran sebagai wahyu pamungkas. Akidah Islam pun mengaharuskan setiap Mukmin untuk menerapkan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasullah SAW. Karenanya, hukum-hukum dan peraturan yang diterapkan untuk mengatasi persoalkan dan mengatur tata interaksi masyarakat adalah hukum syariat Islam yang lahir dari akidah Islam sebagai hukum dari Allah SWT. Manusia, termasuk penguasa, hanyalah pihak yang memahami hukum Allah SWT dan menerapkannya.

            Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa landasan ideologi dalam Khilafah berbeda dengan landasan sistem lain. Sistem demokrasi dilandaskan pada Kapitalisme-sekular, sistem Komunisme landasan ideologinya adalah Sosialisme-komunis, dan sistem Khilafah memiliki landasan Islam.
  1. Sistem aturan
Hak menentukan hukum dalam Islam hanyalah milik Allah SWT. Menjadikan manusia sebagai sang pembuat hukum merupakan dosa besar.
Sumber hukum dalam sistem Khilafah adalah wahyu Allah SWT, yakni Al-Quran dan As-Sunnah, serta yang ditunjukan oleh keduanya berupa Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’iyyah. Semua hukum dan peraturan harus berasal dari sumber-sumber hukum tersebut, tidak boleh diambil dari selainnya. Tentu, sumber-sumber hukum tersebut tidak dapat berbicara sendiri. Karenannya, ia harus dipahami. Disitulah tugas Khalifah sebagai kepala negara melakukan penggalian ( istinbāth ) hukum syariah yang akan diterapkan. Khalifah berijtihad sendiri atau mengambil salah satu pendapat para mujtahid. Sebelum ketetapan hukum, Khalifah memiliki hak untuk meminta pendapat ( syura ) para wakil rakyat ( Majelis Umat ). Hukum yang ditetapkan Khalifah inilah yang merupakan hukum ‘resmi’ negara.
  1. Bentuk Negara
Khilafah berbeda dengan Negara Konfederasi, federal, ataupun kesatuan seperti yang dipahami sekarang. Negara berbentuk konfederasi terdiri dari beberapa Negara yang berdaulat penuh. Untuk mempertahankan kemerdekaan eksternal dan internal, mereka dipersatukan oleh dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat tersendiri. Beberapa alat ini mempunyai kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga Negara-negara itu.
Adapun negara kesatuan adalah bentuk Negara dengan wewenang legislative tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislative nasional (pusat). Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, tetapi pada tahap akhir, kekuasaan tertinggi tetap pada Pemerintah pusat (nasional).
Dilihat dari bentuknya, Negara dalam Islam bukanlah konfederasi, federasi, ataupun kesatuan dalam makna seperti yang diterapkan saat ini. Bentuk Negara dalam Islam adalah Khilafah. Negara Khilafah merupakan kepemimpinan umum kaum muslim seluruh dunia, bukan Negara Bangsa        ( nation state ), melainkan Negara Dunia ( global state ) : satu Khilafah untuk semua kaum muslim di Dunia. Pemerintah/kekuasaan ( al-hukum ) bersifat sentralisasi/terpusat. Artinya, peleksanaan kekuasaan atau penerapan hukum-hukum hanya berada di tangan yang diamati oleh rakyat ( khalifah ) dan orang-orang yang diberi delegasi wewenang oleh Khalifah.
Adapun persoalan administratif ( al-idarah ) bersifat desentralisasi. Artinya, orang-orang yang diberi delegasi wewenang dalam persoalan administratif tidak harus merujuk kepada si-pemberi wewenang. Sebaliknya, ia melaksanakannya sesuai dengan pendapatnya.
Dengan demikian, bentuk Negara Khilafah adalah satu dan kesatuan ( al-widah al-wahidah ) dengan sentralisasi kekuasaan hukum ( al-hukum ) dan desentralisasi administrasi ( al-idarah ).
  1. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Islam bukanlah demokrasi dalam maknanya yang hakiki. Dalam sistem demokrasi, sumber aturan adalah manusia, yang tidak terikat pada hukum-hukum syariat Allah SWT. Dengan dialih keserbabebasan             ( liberalisme ). Pembuatnya pun adalah Manusia . Jadi, dalam sesuatu itu halal atau haram, baik atau buruk, terpuji atau tercela, boleh ada di tengah Masyarakat atau tidak, terserah Manusia. Wakil rakyat dan pemerintah diposisikan sebagai sumber dan pembuat hukum. Manusia dijadikan “Tuhan” atas dirinya sendiri. Jelaslah, makna hakiki demokrasi seprti ini bertentangan dengan Islam, yang menentukan bahwa hukum yang boleh diterapkan hanyalah hukum dari Allah SWT.
Begitu juga dengan republik. Sistem republik merupakan sistem Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sistem demikian itu disebut pula sebagai demokrasi dengan pengertian tadi, jelaslah, sistem republik ini pun bukanlah sistem pemerintahan dalam Islam.
Sementara itu, topik ‘penguasa dipilih oleh rakyat’ yakni Khalifah dipilih oleh rakyat, telah jelas di dalam teks-teks hadis tentang baiat. Dalam sistem Khalifah,  kedaulatan ada di tangan hukum syariah. Namun, adanya baiat dari rakyat mjerupakan syarat mendasar seseorang khalifah telah dilakukan pada saat belahan dunia lain sedang hidup dalam kegelapan kediktatoran dan tirani kerajaan. Mengapa ? sebab, dalam kerajaan, raja bukan dipilih, melainkan dititiskan secara turun temurun berdasarkan prinsip putra mahkota.
Sistem khilafah pun bukan teokrasi. Betapa tidak, sistem teokrasi menegaskan bahwa sumber hukum adalah manusia ; dalam hal ini adalah penguasa.
Hukum halal-haram, baik-buruk, terpuji-tercela, mana yang boleh ada dimasyarakat dan mana yang tidak, semuanya digali dari benak dan otak mereka. Faktanya, kedaulatan ditempatkan pada tangan manusia yang diwakili penguasa. Hanya saja, ada klaim bahwa penguasa itu wakil Tuhan. Jadi, hukumk dan aturan yang ditetapkan penguasa harus dipandang sebagai hukum dan aturan Tuhan. Lalu, penguasa dan rakyat menerapkan hukum yang bersumber dari manusia, dan diterapkan oleh manusia itu dengan klaim sedang menerapkan hukum Tuhan. Karena penguasa dipandang sebagai wakil pencipta, penguasa harus ditetapkan tidak pernah salah. Dalam teokrasi, kedaulatan berada ditangan penguasa dengan mengatasnamakan wakil Tuhan.
Berbeda dengan teokrasi, khalifah bukan wakil Tuhan, melainkan manusia biasa yang mendapatkan amanat rakyat untuk menerapkan hukum Allah. Khalifah mungkin saja salah, bahkan mungkin saja melakukan kekufuran yang nyata ( kufran bawăh[an] ). Jadi, sumber hukumnya wahyu Allah, penggalinya khalifah dan para mujtahid dengan melibatkan majelis umat, lalu diterapkan bagi semua warga negara baik muslim maupun non-muslim.
Sistem pemerintahan Islam bukan demokrasi, republik, teokrasi, ataupun kerajaan, melainkan sistem khilafah. Dalam sistem khilfah, hukum dan perundang-undangan harus berasal dari Allah SWT. Melalui wahyu-Nya. Lalu umat memilih seorang khalifah untuk mengadopsi hukum syariah serta menerapkan hukum dan aturan tersebut demi meraih kemaslahatan manusia secara keseluruhan.

MELURUSKAN PEMAHAMAN
            Pada masa sekarang dan segelintir kalangan yang menganggap khilafah adalah utopis. Padahal kalo mau menggunakan logika sederhana saja, jelas bahwa khilafah adalah sistem yang nyata. Khilafah Islam, terlepas dari pasang-surut kejayaannya, manggung di dunia selama 12 abad. Adapun komunism berkuasa hanya ¾ abad. Kapitalisme pimpinan AS pun, yang baru berkuasa 1 ¼ abad, kini sedang menggali lubang kuburnya sendiri. Apakah peradaban Islam yang dijaga oleh khilafah demikian lama adanya dianggap sama dengan tidak adanya ? Sungguh, pengingkaran terhadap khilfaha merupakan tindakan ahistoris.
            Disisi lain, khilafah dipandang sebagai gagasan yang tidak ‘ilmiah’, tidak ada dalam disiplin ilmu politik modern. Pandangan ini muncul setidaknya karena tiga sebab :
  1. Tidak adanya pemahan utuh dan integral terhadap sistem politik Islam. Akibatnya, cara pandang yang digunakan hanyalah dari aspek substansinya saja. Keadilan, persaman, kebebasan, dan sebagainya dipandang sebagai inti gagasan sistem politik dan pemerintahan Islam. Ketika ilmu politik modern menyajikan sistem demokrasi, misalnya, mengandung keinginan menciptakan nilai-nilai substantatif yang sama, maka disimpulkanlah Islam sama dengan demokrasi. Kesalahan fatalpun terjadi. Coba saja, apakah akan dikatakan melon sama dengan mentimun hanya karena sama-sama berdaun hijau, merambat dan berakar serabut ? Demikian halnya dengan sistem khilafah jika dibandingkan dengan sistem diluar Islam. Perlu pemahaman mendasar sekaligus detail. Dilihat dari sisi ini berbagai kalangan, khususnya para ilmuwan politik sejatinya mendalami sistem khilfah secara utuh, intergral, mendasar, dan detail.
  2. Kajian yang dilakukan dibelenggu oleh arus utama pemikiran politik barat. Kategorisasi yang dibuat dalam sistem politik barat menutup rapat peluang masuknya sistem khilafah. Sebagai contoh, dalam sistem pemerintahan, kalau tidak demokrasi pasti teokrasi. Dalam bentuk negara, dibatasi ; kalau tidak republik ( pemerintahan rakyat ), mestilah monarkhi / kerajaan. Begitu juga, kalau tidak sistem sentralistik, mestilah sistem federal. Padahal khilfah bukan demokrasi, bukan pula deokrasi ; bukan semua itu. Konfirmasi antara belenggu pemikiran barat dipadu dengan ketidakpahaman terhadap detail sistem politik Islam akan melahirkan kesimpulan sinis : khilafah adalah negara ‘bukan-bukan’.
Berdasarkan hal ini, kaum muslim seharusnya segera membuka cakrawala berpikir dengan tidak mendasarkan pemikiran pada kategorisasi politik Barat. Bukankah barat memang berusaha untuk menjadikan kaum Muslim lupa terhadap sistem yang lahir dari akidahnya sendiri ?
  1. Sinkretisasi Islam dengan Barat. Sebagai contoh, demokrasi. Kalangan Barat dengan ideologi kapitalismenya paham bahwa konsep  ‘hukujm bersasal dari manusia / rakyat’. Tidak akan pernah kompatibel dengan Islam. Sebab Islam memiliki Al-Quran dan As-sunnah. Sebagai sumber hukum yang berasal dari Allah SWT. Konsep bahwa rakyat memilih pemimpin dan musyawarah sudah ditetapkan Islam sejak 1400 tahun lalu, jauh sebelum Eropa mengalami renaissance. Akan tetapi, yang ditonjolkan dikalangan Islam justru yang kedua : demokrasi sama dengan syura. Bahkan dimunculkan sinkretisme Barat dan Islam : ‘demokrasi Islam’. Dengan melakukan tindakan demikian, justru konsepsi Islam tentang sistem politik Islam, negara dan pemerintah tereduksi. Konsekuensinya, kapitalisme tetap bercokol, dan problematika dan yang lahir darinya tetap tidak dapat diatasi. Satu-satunya cara untuk menegaskan kejernihan sistem Islam adalah dengan membuang sikap sinkretisme. Dengan kata lain, jauhkan pencampuradukan Islam dengan Barat !

PENUTUP
            Allah SWT melalui Rasulullah SAW telah memberikan kenikmatan bagi kaum muslim berupa ajaran Islam. Satu-satunya sistem negara dan pemerintahan dalam Islam adalah khilafah. Tidak sekedar itu, khilafah juga merupakan sistem yang unik, berbeda dengan sistem lain.
Ringkasannya :
  1. Landasan ideologinya Islam.
  2. Sistem aturannya bersumber Allah SWT.
  3. Bentuk negaranya adalah khilafah, yakni satu-kesatuan ( al-wihdah al-wăhidah ) dengan sentralisasi kekuasaan ( al-hukm ) dan desentralisasi administrasi ( al-idărah ).
  4. Sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah. Dalam sistem Khilfah, hukum dan perundangan harus berasal dari Allah SWT melalui wahyu-Nya. Lalu umat memilih seorang khalifah untuk mengadopsi hukum syariah serta menerapkannya demi meraih kemaslahatan manusia secara keseluruhan. Jelaslah, khilafah merupakan sistem yang unik.

            Empat pilar sistem khilafah, yaitu :
  1. Kedaulatan ada ditangan hukum syariah. Artinya, yang berhak menentukan halal-haram, baik-buruk, terpuji-tercela, adalah hukum syariat Islam yang digali dari wahyu Allah SWT.
  2. Kekuasaan ada ditangan umat. Artinya, khalifah sebagai pemimpin kaum Muslim dipilih dan dibaiat oleh umat.
  3. Wajib hanya mengangkat seorang khalifah. Artinya kaum Muslim hanya memiliki satu pemimpin.
  4. hak mengadopsi hukum adalah milik khalifah. Artinya, hukum-hukum yang berlaku dan resmi diterapkan sebagai hukum negara hanyalah hukum-hukum syariah yang disetujui / ditetapkan oleh khalifah.