Contoh Makalah HUKUM EKONOMI SYARIAH
Contoh Tugas Makalah
HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUTE ILMU AL-QUR’AN JANNATU ADNIN
KENDARI
2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Menurut Joseph E.
Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan
kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang
ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau
kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan
atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol
ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih
menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru
tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau
negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi
syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu
sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman
Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang
didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di
Indonesia.
I.II
Tujuan Penulisan
I.II.I
sebagai penyelesaian salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Syariah.
I.II.II
sebagai pengetahuan tentang prinsip Ekonomi Syariah.
I.II.III
sebagai pengetahuan tentang penerapan ekonomi syariah.
I.III
Rumusan Masalah
I.III.I
Apa saja prinsip dasar ekonomi syariah.
I.III.II
Bagaimana penerapan hukum ekonomi syariah.
I.III.III Bagaimana penerapan ekonomi
syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sistim keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan
bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya,
sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan
etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan
dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem
transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang
oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga
keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada
tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada
persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan
restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena
agama lain tidak dilandasi dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan
sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga
diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan
dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat
diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan
bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang
dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik
dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam
Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan
ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber
daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia
harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna
memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan
untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan
dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam
batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.
Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua,
Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha
yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam
adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima
upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah
SWT dalam Al Qur’an: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan
dengan suka sama suka diantara kamu…’ (QS 4 : 29).
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan
sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkap kan bahwa, ‘Apa
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk
negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…’ (QS 57:7).
Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan
yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem
Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan
oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan
penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari
Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas
air, padang rumput dan api” (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki
semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan
tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga
berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak
boleh dikuasai oleh individu.
6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan
hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an sebagai berikut: ‘Dan takutlah
pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing
diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…’ (QS
2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan
yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan
penindasan.
7. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi
tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat
distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta
tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen)
untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya
adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari
transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari
pendapatan bersih investasi.
8. (Islam melarang setiap pembayaran bunga
(Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman,
perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur’an secara
bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat
dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari QS 39:39,
QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.
Ringkasnya
beberapa prinsip ekonomi syariah adalah sebagai berikut :
1. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan).
Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau
modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan
riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2. Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan
dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki
peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau
sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan
minimal warga negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan
kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani
perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani
kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3. Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang
oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena
itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak
bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah
membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakanÂÂ
para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang
independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus
dijalankan. Oleh karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai
aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan
terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong
untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan
umat manusia.
4. Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk
perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian,
berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan
harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua
bentuk aktivitas judi.
Selain
mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang
mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi
yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.
5.
Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata
kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang.Pada
hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas,
dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama
menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang
berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para anggotanya
menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
2. Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam
sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia
sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana
kita ketahui sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak
didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum
syari’ah. Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih
banyak kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya.
Sayangnya kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik
pemerintah Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus
mengikis pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada
gilirannya kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian
dibentuk baik itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu
mulai meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan
aturan hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut
Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas
saja kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan
syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat
muslim kebanyakan.
Disadari
atau tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu dewasa
ini. Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita,
sebelum adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan
dengan urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan
syari’ah kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan
hasil terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda
yang keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep
perikatan dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek
legal-formal hukum di masyarakat.
Menyadari
akan hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan kembali
sejauh mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan kita,
terlebih pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan
ekonomi syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil
yang menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum
dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil
peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan
dengan perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai
upaya-upaya sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada
level atas untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara
formal pada tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional.
Tentunya upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia.
Proses legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif
belum menemui hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses
perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap
perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-aspek ekonomi syari’ah secara
terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya
KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.
3. Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan
sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan
sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan
kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi
Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15
persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga
yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan
pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran
ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan
struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip
Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank
Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan
perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam
kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari
unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan
yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong
aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan
pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah
meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan
keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga
bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena
itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek
non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan,
perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi
berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang
berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan
(tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar
dijamin secara real dengan zat uang tersebut.
2. Islam telah mengharamkan aktifitas riba,
apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman” QS Al Baqarah 278.
Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan
konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti;
termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang
maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah
tindakan riba.
3. Transaksi spekulatif, kotor, dan
menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk)
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90).
4. Transaksi perdagangan maupun keuangan
yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi
masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi
yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
6. Islam melarang transaksi perdagangan
maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum
sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.
Seluruh
jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke
dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan
dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi,
serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat
tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis
transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk
dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara
Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.
BAB
III
KESIMPULAN
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang
ramai di perbincangkaan, bahkan sudah banyak masyarakat menginginkan
penerapannya pada perekonomian indonesia. Penerapan ekonomi islam sendiri
menurut saya merupakan perbaikan perekonomian Indonesia, dengan segala
prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang
dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya
bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara
pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat
dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus
mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang penerapan ekonomi syariah
pada perekonomian Indonesia ini.
DAFTAR
PUSTAKA
http://yoyonsasori.blogspot.com/2011/03/penerapan-ekonomi-syariah.html
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/19545
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1111:ekonomi-syariah-sebagai-solusi&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60
http://ekonomisyariah.org/sejarah
http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/12/25/penerapan-hukum-ekonomi-syariah/
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=penerapan%20ekonomi%20syariah&source=web&cd=21&ved=0CBYQFjAAOBQ&url=http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/Faktor-Pendukung-Institusi-Lembaga-Keuangan-Sariah.doc&ei=7IKuTvvoLa-emQXr7IXZDg&usg=AFQjCNEaxu54IZeS7kpiSlEjxa_a_M6yTQ
http://stain-manado.ac.id/berita-121-ekonomi-syariah---ekonomi-islam.html
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2010/10/16/prinsip-prinsip-dasar-ekonomi-syariah-2/
http://www.anneahira.com/prinsip-ekonomi-syariah.htm
http://akuntansi.uad.ac.id/forum/index.php?topic=41.0