Contoh Makalah HADIST TENTANG NIAT
Contoh Tugas Makalah
HADIST TENTANG NIAT
INSTITUTE ILMU AL-QUR’AN JANNATU ADNIN
KENDARI
2014/2015
BAB I
PEMBAHASAN
LATAR
BELAKANG MASALAH
Niat
adalah salah satu unsur terpenting dalam setiap perbuatan yang dilakukan oleh
manusia. Bahkan dalam setiap perbuatan yang baik dan benar (ibadah)
menghadirkan niat hukumnya fardhu bagi setiap pelaksananya. Banyak hadis yang
mencantumkan seberapa penting arti menghadirkan niat dalam setiap perbuatan.
Niat juga mengan dung makna keikhlasan terhadap apa yang akan kita kerjakan.
Umar
bin al-Khatthab yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw
bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat dan sesungguhnya
masing-masing orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” Jadi pada intinya setiap
niat yang baik pasti menghasilkan perbuatan yang baik pula dan sebaliknya,
setiap niat yang buruk akan menghasilkan perbuatan yang buruk pula.
Tetapi
pada salah satu ibadah fardhu, yaitu salat. Masalah menghadirkan niat menjadi
suatu objek pertentangan di antara beberapa mahzab. Hal yang menjadi titik
pusat permasalahan bukanlah harus atau tidaknya niat itu dihadirkan. Karena
memang niat itu harus dihadirkan pada setiap perbuata. Tapi masalahnya terletak
pada cara menghadirkan niat dalam salat. Apakah cukup dalam hati saja? Atau
harus diucapkan? Dan masih banyak masalah lainnya.
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan
masalah yang penyusun hadirkan dan dibahas dalam makalah ini adalah:
•
Definisi dan hakikat niat,
•
Hadits Tentang Niat dan Terjemah
•
Pendapat Para Ulama
•
Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
•
Asbabul Wurud Hadits
•
Kedudukan Hadits
•
Penjelasan (syarah) Hadits
•
Kesimpulan
•
Penutup
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi dan Hakikat Niat
Niat
adalah maksud atau keinginan kuat didalam hati untuk melakukan sesuatu. Dalam
terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah
dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.
Niat
termasuk perbuatan hati maka tempanya adalah didalam hati, bahkan semua
perbuatan yang hendak dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis tertanam
didalam hatinya.
Aspek
niat itu ada 3 hal :
1)
Diyakini dalam hati.
2)
Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain
atau bahkan menjadi riya.
3)
Dilakukan dengan amal perbuatan.
Dengan
definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak
hanya 'bicara saja' karena dengan berniat berati bersatu padunya antara hati,
ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim itu tentu saja akan keluar
dari hati yang khusyu dan tawadhu, ucapan yang baik dan santun, serta tindakan
yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cermat. Karena
dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila yang diucapkan lain dengan yang
diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik, Imam an-Nawawi berkata,
“Niat
adalah fardhu, shalat tidak sah tanpanya”
Ibnul
Mundzir , Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini, Qadhi Abu ath-Thayyib, dan Muhammad
bin Yahya dan lain-lainnya menukil ijma’ ulama bahwa “alat tidak sah tanpa
niat.”
Jadi
para ulama telah berijma’ bahwa shalat tanpa niat tidak sah, ijma’ ini berdasar
kepada hadis yang disampaikan oleh Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu
berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Amalan-amalan
itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan
sesuai dengan apa yang dia niatkan. Maka siapa yang amalan hijrahnya karena
Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa
yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin
ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tujukan/niatkan”.
B.
Hadits Niat
عَنْ
أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى
اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ .
)رواه
إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري
وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح
الكتب المصنفة(
Arti
Hadits
Dari
Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia
berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda:
’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan
mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena
Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa
yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan
oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin
Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin
Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab
paling shahih diantara kitab-kitab hadits).
C.
Pendapat Para Ulama
Berkata Imam Ibnu Rajab : ”Para ulama sepakat atas keshohihannya dan ummat
telah bersepakat dalam menerimanya”.
Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata dalam Syarh Arbain An-Nawawi hal 9 : “Ini adalah
hadits shohih yang disepakati akan keshohihannya dan akan besarnya kedudukan
dan keagungannya serta banyaknya faedahnya”.
Berkata Abu Ubaid : ”Tidak ada satupun hadits Nabi Shollallahu ‘alai wa ‘ala
alihi wasallam yang lebih luas, lebih mencukupi dan lebih banyak faedahnya
dibandingkan hadits ini”.
Dan telah bersepakat para imam seperti Abdurrahman bin Mahdi, Asy-Sy afi’iy,
Ahmad bin Hanbal, ‘Ali Ibnul Madini, Abu Dawud As-Sijistani, At-Tirmidzy,
Ad-Daraquthny dan Hamzah Al-Kinani bahwa hadist ini adalah sepertiga ilmu.
Hal ini dikomentari oleh Imam Al-Baihaqi dengan perkataannya : ”Hal tersebut
dikarenakan sesungguhnya amalan seorang hamba adalah dengan hatinya, lisannya
dan anggota tubuhnya, sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian
tersebut” .
Abdurrahman bin Mahdiy berkata : ”Hadits niat ini bisa masuk ke dalam 30 bab
ilmu”. Sedangkan Imam Asy-Syafi’iy mengatakan bahwa hadits ini bisa masuk ke
dalam 70 bab fiqhi.
Tentang
sabda Rasulullah, "semua amal itu tergantung niatnya" ada perbedaan
pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat
sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami
niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.
Kedua
: Kalimat "Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya" oleh
Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari
sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga
Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal.
Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya,
walahu a'lam Ketiga : Kalimat "Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan
Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya" menurut penetapan
ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada'
(subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini
sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa
atau syari'at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan
Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits
ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke
Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk
mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.
D.
Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
1.أَبِيْ
حَفْصٍ : Bermakna Al-Asad (singa), sedang Abu Hafsh adalah julukan bagi ‘Umar
bin Khathab.
2.إِنَّمَا
: (hanyalah) menunjukkan makna pengkhususan dan pembatasan yaitu penetapan
hukum untuk yang tersebutkan dan peniadaan hukum tersebut dari selainnya. Lihat
Syarh An-Nawawy (13/54) dan Al-‘Il am karya Ibnu Mulaqqin (1/168).
3.اْلأَعْمَالُ
: Yang diinginkan di sini adalah amalan-amalan yang disyariatkan (ibadah).
4.لنِّيَّاتِ
ا : Merupakan jama’ dari kata niyat. Niat secara bahasa adalah maksud dan
kehendak
5.امْرِئٍ
: Artinya adalah manusia, baik laki-laki maupun perempuan
6.هِجْرَتُهُ
: Secara bahasa artinya meninggalkan sesuatu dan berpindah kepada selainnya.
Adapun secara istilah yaitu meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam
karena takut fitnah dan untuk menegakkan agama. Adapun hijrah dalam hadits ini
adalah Hijrah dari Mekkah ke Madinah.
7.إِلَى
اللهِ : Maksudnya adalah menuju keridhaan Allah, baik dalam niat atupun tujuan.
8.
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا : Artinya adalah demi tujuan duniawi yang ingin
dicapainya.
E.
Asbabul Wurud Hadits
Berkata
An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/81) : “Sesungguhnya telah datang bahwa sebab
keluarnya hadits ini adalah tentang seorang lelaki yang berhijrah hanya untuk
menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qois maka diapun dipanggil dengan
sebutan Muhajir Ummu Qois (Orang yang berhijrah karena Ummu Qois)”.
Kisah
Muhajir Ummu Qois ini diriwayatkan dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu
bahwa beliau berkata :
مَنْ
هَاجَرَ يَبْتَغِي شَيْئًا فَإِنَّمَا لَهُ ذَلِكَ, هَاجَرَ رَجُلٌُ لِيَتَزَوَّجَ
امْرَأَةً يُقَالُ لَهَا أُمُّ قَيْسٍ, فَكَانَ يُقَالُ مُهَاجِرُ أُمُّ قَيْسٍ
”Barangsiapa
yang berhijrah untuk mengharapkan sesuatu maka sesungguhnya bagi dia hanya
sesuatu tersebut. Seorang lelaki telah hijrah untuk menikahi wanita yang
bernama Ummu Qois, maka diapun dipanggil dengan nama Muhajir Ummu Qois”.
(HR.Ath-Thobrani
(9/102/ 8540) dan dari jalannya Al Mizzy dalam Tahdzibul Kam al (16/126) dan
Adz-Dzahaby dalam As-Siyar (10/590) dan mereka berdua berkata :”Sanadnya
shohih”.Dan Al Hafizh berkata : “Sanadnya shohih di atas syarat Bukhary dan
Muslim”).
F.Takhrij
Hadits
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689 dan
6953, Imam Muslim no. 3530 dan lain-lain dari jalan Yahya bin Sa’id Al-Anshory
dari Muhammad bin Ibrahim at-Taimy dari ‘Alqomah bin Waqqosh Al-Laitsy dari
‘Umar ibnul Khoththob radhiallahu ‘anhu.
Dari
konteks sanadnya kita bisa melihat bahwa hadits ini adalah hadits ahad atau
lebih tepatnyaghorib karena tidak ada yang meriwayatkan hadits ini –secara
shohih- dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam kecuali ‘Umar,
tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari ‘Umar kecuali ‘Alqomah, tidak ada
yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Muhammad bin Ibrahim dan tidak ada
yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Yahya.
G.Kedudukan
Hadits
Materi
hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada
Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan
hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam
Ahmad
rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf
bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan
haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man
bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat
yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits
Aísyah).
H.Penjelasan
(syarah) Hadits
Hadits
ini adalah salah satu dalil dari kaidah yang sangat agung dan bermanfaat yang
berbunyi “Al-Umuru bimaqoshidiha” (Setiap perkara tergantung dengan maksudnya).
Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah dalam
Manzhumahnya :
اَلنِّيَةُ
شَرْطٌ لِسَائِرِ الْعَمَلِ فِيْهَا الصَّلاَحُ وَالْفَسَادُ لِلْعَمَلِ
“Niat
adalah syarat bagi seluruh amalan, pada niatlah benar atau rusaknya amalan”.
a.Fungsi
Niat
Niat
memiliki 3 fungsi:
1.Jika
niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi
untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2.Jika
niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi
untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
3.Niat
Merupakan pembeda antara ibadah dengan adat. Sebagai contoh mandi dapat
dilakukan untuk menghilangkan hadats, tetapi mandi juga dapat dilakukan sebagai
kebiasaan.
Menurut
Hasbi AS-Shidiqi, niat itu terbagi 3 (tiga), yaitu :
1.Niat
ibadah, yaitu menghinakan diri tunduk secara sangat sempurna, untuk menyatakan
ketundukan serta kehinaan.
2.Niat
ta’at, yaitu melaksanakan apa yang Allah kehendaki.
3.Niat
qurbah, yaitu melaksanakan ibadah dengan maksud memperoleh pahala.
b.Pengaruh
Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika
para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1.Niat
sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2.Niat
sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat
pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka
akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai
berikut:
1.Jika
niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
2.Jika
kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
Jika
ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
Jika
ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya
batal.
3.Senang
untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal. Allah Swt.
Menggambarkan keikhlasan dalam beramal ini seperti dimuat keikhlasan dalam
beramal ini seperti dimuat dalam Al-Qur an Surat Al-Baqarah (2) ayat 265
sebagai berikut :
وَمَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ
أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ
فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis
(pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.S. Al-Baqarah
: 265)
c.Hijrah
Makna
hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya.
Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya
artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk
Hijrah:
•Meninggalkan
negeri syirik menuju negeri tauhid.
•meninggalkan
negeri bidáh menuju negeri sunnah.
•Meninggalkan
negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Ketiga
bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.
d.
Kandungan / Intisari Hadits
•Niat
merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah
tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
•Waktu
pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
•Ikhlas
dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal
shaleh dan ibadah.
•Seorang
mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
•Semua
pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari
keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
•Yang
membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
•Hadits
diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah
membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
KESIMPULAN
Niat
itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati. Wajib bagi
seorang muslim mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia melakukan amalan
tersebut, apakah amalan itu disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau
sunnah. Karena di dalam hadits ditunjukkan bahwasanya amalan itu bisa tertolak
apabila luput darinya niatan yang disyariatkan. Disyaratkannya niat dalam
amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila seseorang
ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia
kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila
ingin puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa
qadha atau yang lainnya.
Amal
tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau
maksiat. Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu
diingat niat yang baik tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi
ma’ruf (kebaikan), dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.
DAFTAR
PUSTAKA
Fathul
Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000
masehi
Tafsir
Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
Fawaid
Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
Syarh
Riyadhus Shalihin, Syaikh Muham-mad bin Shalih Al-'Utsaimin.
Al-Ikhlash,
Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais
Silsilah
Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
Hadis
Shahih Bukhari-Muslim.
Imam
an-Nawawi dalam al-Majmu
Ibnul
Mundzir dalam kitabnya al-Asyraf dan kitab al-Ijma’
Syarh
Arbain
Alqur’an
Terjemah