Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iklan Bar

Makalah Pengantar Hukum Pidana di Indonesia dalam KUHP

BAB I
“PENDAHULUAN”
           
            Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Dirinya hidup berdamping-dampingan bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. Hubungan yang terjadi berkenaan dengan kebutuhan akan hidupnya yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia itu bermacam-macam dan untuk pemenuhannya tergantung dari hasil yang diperoleh dalam daya upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia selalu ingin memenuhi kebutuhannya dengan baik. Kalau dalam saat yang bersamaan dua manusia ingin memenuhi kebutuhan yang juga sama dengan obyek kebutuhan yang hanya satu dan kedua-duanya tidak mau mengalah, maka akan terjadi bentrokan. Suatu bentrokan akan terjadi juga kalau hubungan antara manusia satu dan manusia lain ada yang tidak memenuhi kewajibannya. Hal-hal yang terjadi semacam itu sebenarnya sebagai akibat dari tingkah laku manusia yang mau bebas. Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang baik. Apalagi kalau kebebasan tingkah lakunya itu tidak dapat diterima oleh kelompok sosial, baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi sosial supaya teratur diperlukan ketentuan-ketentuan yang dapat membatasi kebebasan tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan yang diperlukan hendaklah merupakan ketentuan yang timbul dari dan dalam pergaulan hidup atas kesadarannya dan biasanya dinamakan hukum. Jadi, hukum adalah ketentuan-ketentuan yang timbul dari dan dalam pergaulan hidup manusia.

A.   Latar Belakang
Hukum sangat penting dalam kehidupan manusia untuk mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dan bertujuan untuk menciptakan ketertiban, keamanan dan kedamaian di dalam masyarakat. Hukum pidana adalah salah satunya. Hukum pidana bertujuan untuk mencegah terjadinya tindak kriminal yang merugikan manusia lain di dalam masyarakat. Maka dari itu, perlu sekali untuk mempelajari dan mengetahui segala hal tentang hukum pidana beserta sanksi-sanksinya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas tentang hukum pidana yang dinilai sangat penting di dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat.


BAB II
“HUKUM PIDANA”

  1. Pengertian Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.
Pelanggaran adalah perbuatan pidana yang ringan, ancaman hukumannya berupa denda atau kurungan. Semua perbuatan pidana yang tergolong pelanggaran diatur dalam Buku III KHUP. Macam-macam pelanggaran adalah :
1.      Pelanggaran terhadap keamanan umum bagi orang, barang dan kesehatan umum diatur dalam Pasal 489-502.
2.      Pelanggaran terhadap ketertiban umum diatur dalam Pasal 503-520.
3.      Pelanggaran terhadap kekuasaan hukum diatur dalam Pasal 521-528.
4.      Pelanggaran terhadap kedudukan warga diatur dalam Pasal 529-530.
5.      Pelanggaran terhadap orang yang perlu ditolong diatur dalam Pasal 531.
6.      Pelanggaran terhadap kesopanan diatur dalam Pasal 532-547.
7.      Pelanggaran terhadap polisi daerah diatur dalam Pasal 548-551.
8.      Pelanggaran terhadap polisi daerah diatur dalam Pasal 548-551.
9.      Pelanggaran dalam pelayaran diatur dalam Pasal 560-569.
Kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat. Ancaman hukumannya dapat berupa hukuman denda, hukuman penjara dan hukuman mati dan kadang kala masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang tertentu, pencabutan hak tertentu serta pengumuman keputusan hakim.
Kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dapat digolongkan menurut sasarannya sebagai berikut :
1.      Kejahatan terhadap keamanan negara diatur dalam Pasal 104-129.
2.      Kejahatan terhadap martabat kedudukan presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 130-139.
3.      Kejahatan terhadap negara yang bersahabat dan kejahatan terhadap kepala negara atau wakil kepala negara tersebut diatur dalam Pasal 139a-145.
4.      Kejahatan terhadap ketertiban umum diatur dalam Pasal 135 bis-181.
5.      Kejahatan tentang perkelahian satu lawan satu diatur dalam Pasal 182-186.
6.      Kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum manusia atau barang diatur dalam Pasal 187-206.
7.      Kejahatan terhadap kekuasaan umum diatur dalam Pasal 207-241.
8.      Kejahatan tentang sumpah palsu atau keterangan palsu diatur dalam Pasal 242-243.
9.      Kejahatan tentang pemalsuan mata uang dan mata uang kertas negara serta uang kertas bank diatur dalam Pasal 244-252.
10.  Kejahatan tentang pemalsuan materai dan merek diatur dalam Pasal 253-262.
11.  Kejahatan tentang pemalsuan surat-surat diatur dalam Pasal 263-276.
12.  Kejahatan tentang terhadap kedudukan warga diatur dalam pasal 281-303.
13.  Kejahatan terhadap kesopanan diatur dalam Pasal 281-303.
14.  Kejahatan tentang meninggalkan seseorang yang memerlukan pertolongan diatur dalam Pasal 304-309.
15.  Kejahatan tentang penghinaan diatur dalam Pasal 310-321.
16.  Kejahatan tentang membuka rahasia diatur dalam Pasal 322-323.
17.  Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang diatur dalam Pasal 324-337.
18.  Kejahatan terhadap jiwa orang diatur dalam Pasal 338-350.
19.  Kejahatan tentang penganiayaan diatur dalam Pasal 351-358.
20.  Kejahatan tentang kesalahan yang mengakibatkan luka atau matinya seseorang diatur dalam Pasal 359-361.
21.  Kejahatan tentang pencurian diatur dalam Pasal 362-367.
22.  Kejahatan tentang pemerasan atau ancaman diatur dalam Pasal 368-371.
23.  Kejahatan tentang penggelapan diatur dalam Pasal 372-377.
24.  Kejahatan tentang penipuan diatur dalam Pasal 378-395.
25.  Kejahatan tentang merugikan penagih utang atau orang yang berhak diatur dalam Pasal 396-405.
26.  Kejahatan tentang pengrusakan barang atau penghancuran barang diatur dalam Pasal 406-412.
27.  Kejahatan yang dilakukan dalam jabatan diatur dalam Pasal 413-437.
28.  Kejahatan dalam pelayaran diatur dalam Pasal 438-479.
29.  Kejahatan tentang pertolongan jahat diatur dalam Pasal 480-485.
30.  Kejahatan yang dilakukan berulang-ulang diatur dalam Pasal 486-488.

Semua jenis kejahatan diatur dalam Buku II KUHP. Namun demikian, masih ada kejahatan yang diatur diluar KUHP, dikenal dengan “tindak pidana khusus”, misalnya tindak pidana korupsi, subversi, narkotika, tindak pidana ekonomi.

  1. Tujuan Hukum Pidana.
Tujuan hukum pidana ada dua macam :
§  Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana ( fungsi preventif ).
§  Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat ( fungsi represif ).

Jadi, secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum pidana ialah untuk melindungi masyarakat. Apabila seseorang takut dihukum, semua orang dalam masyarakat akan tentram dan aman. Sebaliknya, jika seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan karenanya dia dihukum, bila orang itu kemudian sadar setelah bertobat tidak akan melakukan perbuatan semacam itu lagi, pada akhirnya masyarakat menjadi aman dan tentram. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan bahwa tujuan hukum pidana sama dengan tujuan pemidanaan, yang melindungi masyarakat.

  1. Pembagian Hukum Pidana.
Hukum pidana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
    1. Hukum pidana objektif ( Ius Poenale ) ialah seluruh peraturan yang memuat tentang keharusan atau larangan dengan disertai ancaman hukuman bagi yang melanggarnya. Hukum pidana objektif dibedakan lagi menjadi :
a.       Hukum pidana material adalah semua peraturan yang memuat rumusan tentang :
·         Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.
·         Siapa yang dapat dihukum.
·         Hukuman apa yang dapat diterapkan.
Hukum pidana material merumuskan tentang pelanggaran dan kejahatan serta syarat-syarat apa yang diperlukan agar seseorang dapat dihukum. Hukum pidana marterial dibagi menjadi :
·         Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang berlaku bagi semua orang ( umum ).
·         Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang tertentu, seperti anggota ABRI atau untuk perkara-perkara tertentu.

b.      Hukum pidana formal adalah peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum pidana material. Jadi, hukum pidana formal mengatur antara lain bagaimana menerapkan sanksi terhadap seseorang yang melanggar hukum pidana material.
    1. Hukum pidana subjektif ( Ius Puniendi ) adalah hak negara untuk menghukum seseorang berdasarkan hukum objektif. Hak-hak negara yang tercantum dalam hukum pidana subjektif, misalnya :
o   Hak negara untuk memberikan ancaman hukuman.
o   Hak jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana.
o   Hak hakim untuk memutuskan suatu perkara.

SKEMA PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
  1. Peristiwa Pidana
Peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana ( deliet ) adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Unsur-unsur itu terdiri dari :
1.      Obyektif, yaitu suatu tindakan ( perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif disini adalah tindakannya.
2.      Subyektif, yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku ( seorang atau bebarapa orang ).

Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan. Syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah :
a.       Harus ada suatu perbuatan. Maksudnya memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Kegiatan ini terlihat sebagai suatu perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa.
b.      Perbuatan ini harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum. Artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu. Pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib mempertanggungjawabkan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan dan terhadap pelakunya tidak perlu mempertanggungjawabkan. Perbuatan yang tidak dipersalahkan ini karena dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang menganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat.
c.       Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum.
d.      Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.
e.       Harus tersedia ancaman hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuaan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Dan ancaman hukuman itu dinyatakan sebagai secara tegas maksimal hukumannya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau di dalam suatu ketentuan tidak dimuat ancaman hukuman terhadap suatu perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu melaksanakan hukuman tertentu.

  1. Macam-Macam Perbuatan Pidana ( Delik )
Perbuatan pidana adalah perbuatan seorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman. Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
    1. Perbuatan pidana ( Delik ) formal ialah suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan. Contoh : Pencurian adalah perbuatan yang sesuai dengan rumusan pasal 362 KUHP, yaitu mengambil barang milik orang lain dengan maksud hendak memiliki barang itu dengan melawan hukum. Dikatakan delik formal bila perbuatan mengambil barang itu sudah selesai dilakukan dan dengan maksud hendak memiliki.
    2. Delik Material adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu. Contoh : Pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan yang dianggap sebagai delik adalah matinya seseorang yang merupakan akibat dari perbuatan seseorang. Perbuatannya sendiri dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara.
    3. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Contoh : Pembunuhan berencana ( Pasal 338 KUHP ).
    4. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang. Contoh : Pasal 359 KUHP.
    5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain. Jadi, sebelum ada pengaduan belum ada delik. Contoh : Perzinahan, penghinaan.
    6. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh : pemberontakan akan menggulingkan pemerintah yang sah.

  1. Hukum Pidana Indonesia
Hukum pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang. Hukum pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannya didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) yang berasal dari zaman pemerintah penjajahan Belanda. Bagaimanakah hukum pidana itu diaturnya ? untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita tinjau.

G.   Sejarah Singkat Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana        ( KUHP ).
Pada zaman penjajahan Belanda, peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia bercorak “dualistis”. Corak dualistis itu dimaksudkan bahwa bagi orang Eropa berlaku suatu system hukum Belanda dan bagi orang-orang lainnya sebagai penghuni Indonesia berlaku satu system hukum masing-masing. Dalam hukum pidana semula corak dualistis itu diwujudkan melalui undang-undang hukum pidana yang berlaku bagi orang Eropa tersendiri berdasarkan S.1866 : 55 sedangkan bagi orang-orang sebagai penghuni Indonesia lainnya terdapat undang-undang hukum pidana tersendiri juga berdasarkan S.1872 : 85. Kemudian pada tahum 1915, dibentuk suatu kodifikasi kitab undang-undang hukum pidana baru melalui S.1915 : 732. Kodifikasi hukum itu tertera dalam “wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch-Indie” yang berlaku bagi seluruh penghuni Indonesia sejak 1 Januari 1918. Melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu setiap peristiwa pidana yang terjadi diselesaikan berdasarkan pasal-pasalnya yang sesuai dengan peristiwa hukumnya.
Pada zaman pendudukan Jepang, aturan hukum pidana yang berlaku sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, berarti seluruh ketentuan hukum yang tertera dalam wetboek van Straftrech voor Nederlandsch-Indie tetap berlaku saat itu. Dan setelah Indonesia merdeka juga tetap berlaku aturan hukum pidana Belanda itu – berdasarkan Pasal II Aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 ; tetapi pada tahun 1946 melalui Undang-Undang No.1 Tahun 1946 wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch-Indie setelah mengalami perubahan seperlunya menjadi wetboek van Straftrech voor Indonesie dinyatakan berlaku. Setelah perjalanan sejarah Indonesia dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia lagi, maka melalui Undang-Undang No.73 tahun 1958 yang berlaku sejak tanggal 29 September 1958 merupakan Undang-Undang yang menyatakan tentang berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dan mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan undang-undang itu berarti sejaka tanggal 29 September 1958 berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) bagi seluruh penghuni Indonesia dengan corak unifikasi.

  1. Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri atas 569 pasal secara sistematik dibagi dalam :
Ø  Buku I             : memuat tentang Ketentuan-Ketentuan Umum ( Algemene Leerstrukken ). Pasal 1-103.
Ø  Buku II           :  mengatur tentang tindak pidana kejahatan ( Misdrijven ). Pasal 104-488.
Ø  Buku III          :  mengatur tentang tindak pidana pelanggaran (Overstredingen). Pasal 489-569.
            Buku I sebagai Algemen leerstrukken mengatur mengenai pengertian dan asas-asas hukum pidana positif pada umumnya baik mengenai ketentuan-ketentuannya yang dicantumkan dalam buku II dan III maupun peraturan perundangan hukum pidana lainnya yang ada diluar KUHP. Tindak pidana yang dimuat dalam peraturan perundangan diluar KUHP harus selalu ditetapkan termasuk tindak pidana kejahatan atau tindak pidana pelanggaran. Dan kekuatan berlakunya peraturan perundangan itu sama dengan KUHP, karena menurut pasal 103 KUHP ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Title I sampai dengan Title VII Buku I berlaku juga terhadap tindak pidana yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan lain kecuali kalau di dalam undang-undang atau Peraturan Pemerintah ditetapkan lain. Sebenarnya berdasarkan pasal 103 KUHP itu tidak ditutup kemungkinan dibuatnya peraturan perundangan hukum pidana diluar KUHP sebagai perkembangan hukum pidana sesuai kebutuhan masyarakat dalam perkembanganya.
  1. Asas-Asas Yang Terkandung Dalam KUHP.
1.      Asas Legalitas berdasarkan adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenale. Artinya, tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Asas ini tampak dari bunyi Pasal 1 ayat (1) KUHP.
2.      Asas Teritorialitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang melakukan perbuatan pidana didalam lingkungan wilayah Indonesia. Asas ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 dan 3 KUHP. Tetapi KUHP tidak berlaku bagi mereka yang memiliki hak kekebalan diplomatic berdasarkan asas “Ekstertiorialitas”.
3.      Asas Nasional Aktif ialah asas yang memberlakukan KUHP terhadap orang-orang Indonesia yang memberlakukan perubuatan pidana di luar wilayah Republik Indonesia. Asas ini bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Asas ini dinamakan juga asas personalitet.
4.      Asas Nasional Pasif ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapapun juga baik WNI maupun WNA yang melakukan perbuatan pidana diluar wilayah Indonesia. Jadi, yang diutamakan ialah keselamatan, kepentingan suatu negara. Asas ini dinamakan asas perlindungan.
5.      Asas Universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di daerah yang tidak termasuk kedaulatan negara manapun. Jadi yang diutamakan oleh asas tersebut adalah keselamatan internasional.
Contoh : pembajakan kapal di lautan bebas, pemalsuan mata uang negara tertentu, bukan negara Indonesia.
  1. Jenis-Jenis Hukuman
      Jenis-jenis hukuman dapat dilihat dari ketentuan Pasal 10 KUHP. Pasal 10 KUHP menentukan adanya hukuman pokok ( Hoofd strafen ) dan hukuman tambahan                  ( Bijkomende straffen ).
Hukuman pokok ( Hoofd strafen ) adalah :
  1. Hukuman mati.
  2. Hukuman penjara.
  3. Hukuman kurungan.
  4. Hukuman denda.
Hukuman tambahan ( Bijkomende straffen ) adalah :
  1. Pencabutan hak-hak tertentu.
  2. Perampasan / penyitaan barang-barang tertentu.
  3. Pengumuman putusan hakim.
            Perbedaan antara hukuman pokok dan hukuman tambahan ialah :
            Hukuman pokok terlepas dari hukuman lain, berarti dapat dijatuhkan kepada terhukum secara mandiri.
            Hukuman tambahan hanya merupakan tambahan pada hukuman pokok sehingga tidak dapat dijatuhkan tanpa ada hukuman pokok ( tidak mandiri ).

  1. Perkembangan Hukum Pidana Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang aturan-aturan hukum pidana yang berlaku tidak saja yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana melainkan juga terdapat di dalam undang-undang lain sebagai hukum tertulis tidak dikodifikasi dan yang dikodifikasi. Undang-undang itu merupakan hasil produk pemerintah dalam menasionalisasikan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mengembangkan aturan hukum pidana mempunyai dasar hukum yang dicantumkan dalam pasal 103 KUHP. Ketentuan pasal ini menyatakan bahwa : “Ketentuan-ketentuan dari kedelapan Bab I dalam Buku I berlaku juga atas peristiwa yang padanya ditentukan pidana menurut ketentuan perundangan lainnya kecuali kalau dalam undang-undang atau peraturan pemerintah ditentukan lain”. Berdasarkan ketentuan ini dimungkinkan dibuatu aturan hukum pidana di luar KUHP dalam memenuhi kebutuhan masyarakat asalkan tidak bertentangan dengan aturan hukum pidana yang telah dikodifikasikan dalam KUHP.
Beberapa aturan hukum pidana Indonesia yang perlu diketahui sebagai perkembangan aturan hukum selain Undang-Undang Lalu Lintas yang telah lama berlaku, ialah :
1.      Pemberantasan kegiatan subversi, diatur berdasarkan Penetapan Presedien No.11 Tahun 1963.
2.      Pemberantasan tindak pidana korupsi, diatur dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1971.
3.      Penertiban perjudian diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1974.
4.      Pemberantasan Narkotika, diatur dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1976.
BAB III
“PENUTUP”

A.   Kesimpulan

            Hukum pidana perlu untuk diketahui, dipelajari dan dipahami oleh siapapun karena hukum pidana sangat penting dan vital di dalam kehidupan manusia yang bertujuan untuk mencegah tindakan kriminal atau perbuatan pidana yang dapat merugikan manusia lain dan mencegah jatuhnya korban. Selain itu hukum pidana juga melindungi hak-hak manusia di dalam kehidupannya sehari-hari yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun. Hukum pidana juga bersifat tegas dan siapapun yang melakukan tindak pidana maka akan dijatuhi hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku yang tercatat di dalam suatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ).

B.   Saran
      Diharapkan kepada masyarakat untuk memahami dan menjalankan hukum yang berlaku agar mencegah pelanggaran-pelanggaran hukum yang merugikan manusia lain atau pihak-pihak tertentu. Diharapkan pula agar masyarkat dapat menghargai hukum yang berlaku dan mengetahui akibat-akibat dan sanksi dari pelanggaran hukum supaya dapat membatasi tingkah laku manusia untuk menciptakan ketertiban, keamanan, kedamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat. Diharapkan pula kepada para aparat pemerintah dan kepolisian untuk lebih tegas dalam menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam mewujudkan perlindungan keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup di dalam kehidupan bermasyarakat.












DAFTAR PUSTAKA
R. Abdoel Djamali, S.H., Pengantar Hukum Indonesia edisi baru, ( PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta,1993).
J.B. Daliyo, S.H., Pengantar Hukum Indonesia Buku Panduan Mahasiswa, ( PT.Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta,1997).