Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iklan Bar

MAKALAH HUKUM DAGANG Peran Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan

MAKALAH HUKUM DAGANG Peran Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  P e n d a h u l u a n
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam suatu perusahaan pastilah ada pengelolahnya. Pengelolah yang dimaksud adalah orang-orang atau seseorang yang menjalankan dan mengelolah suatu perusahaan. Dalam suatu perusahaan perseroan, pastilah ada yang namanya organ perseroan. Orang-orang yang terlibat di dalam organ perusahaan inilah, yang akan mengelolah dan menjalankan suatu perusahaan yang masing-masing sudah mempunyai tugas dan wewenang yang telah diatur dan ditentukan. Di dalam perusahaan yang berbentuk perseroan, Direksi merupakan organ perusahaan yang akan menjalankan dan mengurus suatu perseroan. Maka dari itu, peran Direksi sangat menunjang dan berpengaruh pada kemajuan ataupun kemunduruan dari suatu perusahaan. Direksi sebagai organ perseroan yang sangat penting, juga mempunyai tanggung jawab dalam mengelolah suatu perusahaan. Tentu saja tanggung jawab itu tidaklah ringan dan mudah, melainkan merupakan tanggung jawab yang cukup berat yang diembankan kepada para Direksi selaku pengurus atau organ perusahaan.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk membuat makalah yang membahas tentang “Peran Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan”.

1.2  Rumusan Masalah
  • Apakah yang dimaksud dengan Direksi ?
  • Bagaimana cara pengangkatan dan pemeberhentian suatu Direksi dalam perusahaan perseroan ?
  • Bagaimanakah peran Direksi dalam pengelolaan suatu perusahaan perseroan ?
  • Apakah  persyaratan direksi, tugas, tanggung jawab, wewenang serta kewajiban Direksi ?



BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

2.1 Pengertian Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

2.2 Keharusan Perseroan Memiliki Direksi
Kepungurusan perseroan ( yang antara lain meliputi pengurus sehari-hari ) dilakukan oleh Direksi. Suatu perseroan diwajibkan mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi apabila :
  1. bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti Bank dan Asuransi ;
  2. meneribitkan surat pengakuan utang seperti obligasi, atau
  3. merupakan Perseroan Terbuka.

2.3 Persyaratan Anggota Direksi
Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan :
  1. yang mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan
  2. yang tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota Direksi, atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Jangka waktu 5 tahun tersebut terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit, atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukuman.



Pembatasan waktu lima tahun ini juga dianut oleh negara maju seperti Inggris. Orang yang bertindak selaku direktur perusahaan yang dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya (insolvent) tidak diperkenankan bertindak sebagai direktur perusahaan baru dengan nama yang sama atau serupa. Larangan atau pembatasan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan perusahaan-perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, dengan memakai sedertan perusahaan-perusahaan, yang satu dilikuidasi meninggalkan utang-utang dan mulai dengan perusahaan yang baru.
Yang dimaksud dengan ‘organ perseroan’ dalam persyaratan anggota Direksi adalah individu ( Individual ) dan bukan badan hukum ( legal entity ). Berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang memungkinkan untuk mendudukkan atau mengangkat “badan hukum” sebagai anggota Direksi ( instead of natural person individually). Namun menurut Undang-Undang PT ditegaskan bahwa hanya “orang perseorangan” yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi.
Selanjutnya, seperti yang disebutkan bahwa yang mampu melaksanakan perbuatan hukum, artinya orang itu harus ‘cakap’ dalam pengertian hukum             ( bekwaam atau capable : possessing legal power or capacity ). Jadi, memenuhi persyaratan hukum untuk membuat persetujuan-persetujuan tertentu ( Pasal 1330 KUHPerdata ). Undang-undang juga menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap (onbekwaam – Pasal 1329 KUHPerdata ).

2.4 Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan dapat diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dalam Akta pendirian.
Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi diatur dalam Anggaran Dasar tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.


2.4.1 Pemberhentian Sewaktu-waktu
Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya setelah yang bersangkutan diberi kesempayan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan demikian kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.

2.4.2 Pemberhentian Sementara
1)      Anggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh RUPS atau oleh Komisaris dengan menyebutkan alasannya yang diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan, sehingga anggota Direksi yang bersangkutan tidak berwenang melakukan tugasnya. Mengingat pemberhentian hanya dilakukan dalam RUPS yang memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, maka untuk kepentingan perseroan tidak dapat ditunggu sampai dilakukan RUPS. Oleh karena itu, sudah sewajarnya sebagai organ pengawas diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.
2)      Paling lambat tiga puluh hari setelah tanggal pemberhentian sementara itu, harus diadakan RUPS dan yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ perseroan yang memberhentikan sementara tersebut.
3)      RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.
4)      Apabila dalam waktu tiga puluh hari tidak diadakan RUPS, pemberhentian sementara tersebut batal.
5)      Dalam Anggaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong, atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.

2.5 Tugas dan Wewenang Direksi
Pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilannya ditetapkan oleh RUPS. Namun dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa wewenang RUPS dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS.

2.6 Tanggung Jawab Direksi
1)      Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan ( persona standi in judicio ).
2)      Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
3)      Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Namun, adakalanya anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan, yaitu apabila :
1)      Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan.
2)      Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan ( conflicts of interest ).

2.7 Kewajiban Direksi / Anggota Direksi
1)      Direksi wajib :
a.       membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi.
b.      Menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan.
Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan.
2)      Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam dua surat kabar paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. Dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut.
3)      Direksi wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan :
a.       Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman          ( yaitu setelah perseroan memperoleh status badan hukum ).
b.      Akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman atas perubahan tertentu yang sifatnya mendasar seperti dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 Undang-Undang PT.
c.       Akta perbuahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman atas perubahan selain yang dimaksud pasal 15 ayat 2 Undang-Undang PT.
Dalam waktu paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak pendaftaran, Direksi melakukan permohonan perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Selain itu, anggota Direksi juga bertanggung jawab secara tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan ketentuan pasal 30 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1995.
4). Anggota Direksi wajib melaporkan kepemilikan sahamnya, dan atau keluarganya ( Istri / Suami dan anak-anaknya ) kepada perseroan tersebut dan perseroan lain.
5). Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus.
6). Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua Kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal keputusan.
7). Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila :
  1. bidang usaha perseroan berkaitan dengan penyerahan dana masyarakat      ( bank, asuransi, dan Reksa Dana ).
  2. Perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang ( obligasi )
  3. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka
8)      Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Panggilan RUPS adalah kewajiban Direksi.
Sudah sepatutnya seorang Direktur bertindak jujur (honestly) dan bertugas menggunakan ketekunan yang pantas (reasonable diligence) dalam melaksanakan tugas jabatannya

Tugas seorang Direktur dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
  1. Tugas berdasarkan kepercayaan ( fiduciary duties-trust and confidence ).
Direktur harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur berdasarkan kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar kepentingan sekelompok orang atau badan.
  1. Tugas berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan ( duties of skill, care and diligence ).
Direktur tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang mengakibatkan terjadinya pertentangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan pribadi ( conflict of interests ) atau antara tugas dan kepentingannya.
  1. Tugas yang berdasarkan ketentuan undang-undang ( statutory duties ).
Direktur harus menggunakan wewenang dan aset yang dipercayakan kepadanya untuk maksud yang telah diberikan dan bukan untuk tujuan lain. Tugas-tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas-tugas direktur agar tidak lalai ( negligent ) dalam pelaksanaan fungsinya. Tugas dijalankan sesuai apa yang diamanatkan oleh undang-undang ( by Act ) seperti direktur harus melaksanakan “reasonable diligence” dalam tugas jabatannya atau “disclosure”.

2.8 K e p a i l i t a n
            Kepailitan yang dimaksud yaitu apabila perusahaan mengalami kerugian besar sehingga mengakibatkan kebangkrutan oleh karena kesalahan atau adanya penyimpangan yang terjadi di dalam organ perseroan atau Direksi.
1)  Permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit hanya boleh diajukan oleh Direksi berdasarkan keputusan RUPS.
2)  Dalam hal kepailitan yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.
3)  Bila anggota Direksi dapat membuktikan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, ia tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian.

2.9 Kepengurusan Direksi
            Definisi atau batasan tentang Direksi yang diberikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 ( Undang-Undang PT ) pasal 1 ayat (4) jo pasal 82 mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
 Direksi adalah : ( i )    organ perseroan
                           ( ii )   yang bertanggung jawab penuh atas pengurus perseroan
                          ( iii )   untuk kepentingan dan tujuan perseroan
      ( iv )   mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Organ perseroan terdiri atas :
  1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS )
  2. Direksi
  3. Komisaris

            Tiap-tiap organ perseroan tersebut memiliki fungsi masing-masing, mempunyai kedudukan yang pararel dan yang satu tidak berada di bawah yang lainnya.
            Apabila anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang maka mereka merupakan dewan pengurus atau dewan pimpinan perusahaan yang biasa disebut “The Board of Directors”, yang apabila diterjemahkan berarti Dewan Direktur atau Direksi. Namun perlu diketahui disini bahwa Board of Directors hanya dalam penamaan saja dan bukan dalam arti dan tanggung jawab menurut sistem Anglo Saxon atau Amerika, karena dalam sistem ini anggota Direksi dipilih dan diangkat oleh para pemegang saham ( the governing body of corporation elected  by stockholders ).
            Perseroan sebagai badan dan subjek hukum mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban perseroan dilaksanakan oleh organ yang terdiri atas para direktur yang tiada lain adalah subjek hukum berupa orang atau natural person / natuurlijke persoon.
            Selanjutnya Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan. Artinya secara “fiduciary” harus melaksanakan “standard of care”. Yang dimaksud dengan Fiduciary Duty adalah tugas yang dijalankan oleh Direktur dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan ( benefit ) orang atau pihak lain ( perseroan ).
            Pengurusan perseroan sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi, kecuali dalam hal Direktur tidak ada, maka undang-undang memberi wewenang kepada komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan ( Pasal 100 ayat 2 ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PT.  Jadi disini terdapat “Confidential relation” antara perseroan sebagai badan hukum dengan pengurus sebagai badan hukum dengan pengurus sebagai natural person, yang dibebankan tugas dan kewajiban dan tujuan perseroan. Oleh karena itu, Direksi melakukan tugas dan kewajiban atau tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian ( duty of skill and care ) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan dan tujuan perseroan. Dalam hal ini, pada akhirnya, pada akhirnya fiduciary juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan pihak kreditor perseroan.
            Jelaslah bahwa kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh undang-undang kepada Direksi untuk melakukan tindak-tindakan hukum yang diperlukan. Atau kewenangan pengurusan dipercayakan kepada Direksi agar Direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan ( duty of loyalty ).
            Sebagai contoh terkaitnya “pertentangan/benturan kepentingan” ( conflict of interest) antara Direksi secara pribadi dengan perseroan, antara lain sebagai berikut :
1.                  Direktur tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.
Apabila terjadi demikian, dia tidak hanya melanggar tugasnya ( breach of his duty ), tetapi keuntungan yang diperoleh akan menjadi milik perseroan. Direktur yang menyalahgunakan kekayaan perseroan untuk keuntungan sendiri bisa dituntut secara pidana karena harta perseroan hanya boleh digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan.
2.         Direktur tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.
            Maksudnya adalah menggunakan informasi tersebut guna memperoleh keuntungan bagi dirinya atau untuk orang lain yang mengakibatkan karugian pada perseroan.
            Direktur mengetahui bahwa perusahaannya menghadapi resiko likuidasi dan menggunakan informasi tersebut untuk melindungi dirinya dan perusahaan lain yang dia juga sebagai direkturnya (interlocking directorate) dan konsekuensi likuidasi tersebut, terhadap kerugian para kreditor yang bertindak secara tidak wajar.
3.         Direktur tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Apabila direktur menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan, dia bertanggung jawab kepada perusahaan. Ini analog dengan tugas “agent” yang tidak membuat “secret profits” keluar dari jabatannya. Jadi apabila direktur menerima suap karena jabatan, dan secara jelas melanggar fiduciary duty.
4.         Direktur tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan di dalam “fiduciary relationship”-nya dengan perusahaan.
            Peraturan terhadap direktur “making a secret profit” sangat keras. Keuntungan atau manfaat tersebut harus dilaporkan kepada perusahaan dan disetujui. Bila tidak, direktur harus bertanggung jawab.

Selain itu ada yang disebut “corporate opportunity doctrine” yang mencegah adanya pengalihan atau penyelewengan oleh Direksi atas “business opportunities” yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Direksi terikat untuk tidak mengambil keuntungan pribadi ( no secret profit rule ) atas opportunity yang seharusnya menjadi milik perseroan.
Berbicara mengenai tanggung jawab, bagaimanakah tanggung jawab tiap-tiap direktur dalam pengurusan perseroan ?
Dalam pasal 85 ayat 1 UU No.1 Tahun 1995 tentang PT disebutkan bahwa: “setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan”.
Pasal 85 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT disebutkan bahwa “setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana disebutkan pada ayat (1) tersebut diatas”.
            Dengan demikian, maksudnya yaitu sesuai yang tercantum dalam Pasal 85 ayat 1 dan 2 UU PT No. 1 Tahun 1995, bahwa anggota Direksi wajib melaksanakan tugasnya dengan itikad baik dan dengan penuh tanggung jawab.


BAB III
P E N U T U P

3.1  Kesimpulan
Bahwa peran Direksi sangat mempengaruhi kemujuan maupun kemunduran suatu perusahaan. Kemajuan suatu perusahaan tidak lepas dari peran Direksi dalam mengelolah perusahaannya. Untuk mengelolah suatu perusahaan, dibutuhkan tanggung jawab, itikad baik ( goodfaith ), serta kejujuran dalam menjalankan tugas-tugas yang sudah ditentukan dan diamanatkan, seperti yang telah diatur dalam perundang-undangan tentang PT. Direksi harus mengutamakan kepentingan perusahaan dan menjalankan tugas, wewenang serta kewajibannya sesuai dengan aturan yang telah mengaturnya.
Dengan demikian, peran Direksi sangat mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan. Bila terjadi kesalahan yang disebabkan oleh kelalaian Direksi, maka Direksi harus bertanggung jawab penuh secara pribadi. Oleh karenanya, peran Direksi harus benar-benar maksimal dalam mengelolah dan memajukan perusahaannya.

3.2  S a r a n
  • Diharapkan agar Direksi benar-benar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, penuh tanggung jawab dan itikad baik serta penuh kejujuran dan kehati-hatian dalam pengelolaan suatu perusahaan perseroan.
  • Diharapkan agar Direksi tidak melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan tugas dan wewenang yang dapat mengakibatkan terjadinya kepailitan terhadap perusahaan.
  • Diharapkan dalam mengelolah suatu perusahaan perseroan, harus berpatokan dan berlandaskan apa yang sudah diatur di dalam Undang-Undang PT No.1 tahun 1995 yang memang dibuat sebagai landasan atau rambu-rambu dalam mendirikan ataupun mengelolah suatu perusahaan perseroan sebagai badan dan subjek hukum di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

I.G.Rai Widjaya, S.H., M.A., “Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas” ., Cetakan ke-6., Rawa Lumbu, Bekasi Timur, Indonesia., Kesaint Blanc., 2006.
I.G.Rai Widjaya, S.H., M.A., “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas”., cetakan ke-6, Rawa Lumbu, Bekasi Timur, Indonesia., Kesaint Blanc., 2006.